Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebut rokok merupakan cara membangun pergaulan yang dapat memicu kekerasan, perlawanan, bahkan perundungan, sehingga perlu komitmen dan kolaborasi semua pihak untuk membatasi rokok guna mencegah masalah itu.
Dalam sebuah kegiatan di Jakarta, Selasa, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KemenPPPA Ciput Eka Purwianti mencontohkan, sejumlah temannya mulai merokok saat remaja karena ingin terlihat keren dan dewasa, dan di lingkungannya banyak juga yang merokok. Alasan berikutnya, katanya, mereka mau mencoba hal baru.
"Karena merokok itu dilarang guru dan orang tua, sehingga mereka juga tertantang sengaja agar bisa dilihat dari teman-temannya bahwa mereka lebih berani," katanya.
Hal-hal tersebut terkait pada isu kekerasan, katanya. Dia menjelaskan, seperti contoh awal, untuk diterima di suatu kelompok yang dianggap keren, satu hal yang harus dilakukan adalah merokok. Jika tidak, maka akan dirundung oleh kelompok itu.
Peristiwa ini, katanya, dapat menyebabkan sejumlah anak menjadi bystander, atau orang yang hanya melihat tanpa mengintervensi. Karena perundung tersebut dianggap kuat, anak-anak itu tidak berani melawan.
Menurutnya, sikap bystander atau kecuekan itulah yang harus disingkirkan, dan anak-anak perlu dibangun menjadi individu yang berani melawan perundungan.
"Kalau tiga anak yang lain berani melawan, tentu yang satu orang ini akan kalah. Demikian juga perundung yang hanya satu orang, di dalam satu kelompok, dibanding dengan seluruh siswa yang ada di sekolah itu atau di lingkungan di mana dia tinggal, kemudian dia akan kalah," katanya.
Baca juga: KemenPPPA inisiasi revisi UU PKDRT
Dia menilai, untuk mencapai hal itu, semua orang perlu secara disiplin berkomitmen untuk tidak merokok di kawasan tanpa rokok. Selain itu, jika di rumah, katanya, merokok di luar rumah, begitu pun jika ada tamu yang merokok yang datang.
Terkait regulasi, pihaknya menyebutkan sejumlah rekomendasi untuk mendukung kontrol rokok, seperti memperketat persyaratan status Kabupaten Kota Layak Anak melalui ketentuan larangan iklan dan sponsor rokok.
Baca juga: KPPPA optimistis parpol perkuat afirmasi keterwakilan perempuan
Selain itu, katanya, penyediaan ruang yang aman bagi anak untuk menyampaikan aspirasi dan kritik, termasuk tentang rokok, agar mereka dapat menyampaikan tanpa perlu merasa takut pada pejabat.