Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej) Prof. Arief Amrullah memandang bahwa kesopanan terdakwa di pengadilan tidak bisa dijadikan alasan untuk meringankan putusan pidana.
Prof. Arief menyampaikan pernyataan tersebut untuk merespons hal yang meringankan putusan terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada kurun 2015–2022.
“Siapa pun pasti sopan. Coba saja kita berhadapan dengan misalnya hakim seperti itu kan sopan,” kata Prof. Arief saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Minggu (29/12).
Oleh sebab itu, dia menjelaskan bahwa peluang seorang terdakwa untuk tidak sopan di persidangan justru kecil.
“Semua orang sopan, berpakaian rapi. Masak pakaian compang-camping di ruang sidang?” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa kecil kemungkinan bagi tersangka mencak-mencak atau mengamuk di hadapan majelis hakim, dan tindakan tidak sopan lain di pengadilan.
“Di situ berkata-kata yang tidak senonoh kan enggak mungkin. Oleh sebab itu, kesopanan jangan dinilai. Seharusnya secara kriminologi (dinilainya, red.), mengapa dia melakukan kejahatan seperti itu, korupsi,” jelasnya.
Baca juga: Pengembalian uang korupsi tidak boleh hapus tuntutan pidana
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/12), memutuskan hukuman pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan bagi Harvey Moeis dalam kasus korupsi yang menjeratnya.
Namun, dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan terhadap korupsi.
Baca juga: KPK dalami semua informasi terkait korupsi dana CSR BI
"Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum," ucap Hakim Ketua Eko Aryanto menambahkan.