Mataram (ANTARA) - Pengesahan Revisi Undang-undang TNI telas resmi disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada 20 Maret 2025 di Gedung DPR di Senayan, Jakarta. RUU TNI ini merupakan revisi dari Undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Revisi ini telah berhasil membawa perubahan secara signifikan di tubuh institusi TNI, salah satunya tentang penambahan jabatan sipil bagi Prajurit TNI aktif.
Dalam konteks sejarah, RUU TNI yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah hari ini pernah dipraktikkan pada era Orde Baru, secara esensi muara dari poin-poin hasil Revisi Undang-undang TNI adalah memberikan peran ganda kepada TNI guna sebagai instrumen kekuatan militer dan kekuatan politik.
Konsep ini pernah digunakan Soeharto yang memimpin Indonesia selama 30 tahun sebagai strategi jitu melanggengkan kekuasaan, akan tetapi dengan semangat perubahan gerakan reformasi berhasil menurunkan Soeharto dari kursi kepresidenannya.
Penolakan Dwifungsi ABRI adalah bagian dari salah satu tuntutan besar gerakan reformasi dengan tujuan mengubah sistem politik Indonesia menjadi lebih demokratis, transparansi dan menegakkan supermasi sipil.
Artinya secara logika sehat Pengesahan RUU TNI Babak baru munculnya Rezim pengkhianat terhadap reformasi, sebab legitimasi kebijakan RUU TNI sangat jelas menciderai prinsip profesionalisme Demokrasi juga semangat reformasi. TNI harus tetap pada fungsinya menjaga kedaulatan negara tidak boleh ada surplus kewenangan yang berlebihan oleh TNI.
Pengesahan RUU TNI sangat jelas memuat beberapa pasal yang kontroversi, berpotensi mengancam demokrasi dan hak asasi manusia Olehnya pengesahan RUU TNI ini mesti di kaji ulang dan dievaluasi secara radikal dalam rangka memastikan proses revisi UU TNI tidak memiliki dampak negatif terhadap demokrasi, tidak mengandung pasal-pasal bermasalah yang dapat meredupkan semangat Reformasi dan lain sebagainya.
*) Penulis adalah Ketua umum HMI MPO Cabang Mataram