Pengacara Agus buntung nyatakan putusan banding keliru

id agus buntung, penyandang tunadaksa, disabilitas, Dr. ainuddin, putusan banding, pengajuan kasasi

Pengacara Agus buntung nyatakan putusan banding keliru

Terdakwa penyandang tunadaksa I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung duduk di hadapan hakim saat pembacaan putusan kasus pelecehan seksual di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Selasa (27/5/2025). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Pengacara penyandang tunadaksa I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung menyatakan putusan banding Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat keliru dan merugikan hak hukum terdakwa, khususnya dalam konteks perlindungan terhadap penyandang disabilitas dalam sistem peradilan pidana.

"Sebagaimana diketahui, terdakwa Agus dijatuhi pidana 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Namun sayangnya, dalam putusan pengadilan tinggi, tidak tampak adanya koreksi atau pembahasan ulang terhadap pertimbangan hukum di tingkat pertama, padahal terdapat banyak keberatan hukum yang telah kami ajukan dalam memori banding," kata Dr. Ainuddin, pengacara Agus melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Jumat.

Oleh karena itu, ia menyatakan tim penasihat hukum Agus dalam perkara pelecehan seksual tersebut akan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI, sebagaimana aturan Pasal 244 KUHAP.

"Permohonan kasasi ini kami ajukan dengan dasar Pasal 244 KUHAP, bahwa kasasi dapat diajukan terhadap putusan pengadilan tinggi kecuali putusan bebas atau lepas," ujarnya.

Baca juga: Pengadilan Tinggi NTB kuatkan hukuman 10 tahun Agus penyandang tunadaksa

Dasar lain merujuk pada Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung berhak menilai apakah ada kesalahan dalam menerapkan hukum, prosedur mengadili yang tidak sesuai undang-undang, dan kelebihan wewenang oleh pengadilan.

Alasan pengajuan kasasi ini, jelas dia, bersifat terbatas dan berfokus pada penerapan hukum terhadap terdakwa yang berstatus penyandang disabilitas.

Menurut dia, majelis hakim telah mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016, dan tidak menerapkan asas non-diskriminasi serta kebutuhan khusus hukum bagi terdakwa.

"Majelis hakim tidak mempertimbangkan kondisi khusus terdakwa sebagai penyandang disabilitas. Padahal secara logis dan yuridis, hal ini relevan untuk menilai unsur perbuatan dalam dakwaan," ujarnya.

Selanjutnya, poin kedua perihal putusan banding hanya mengulang amar putusan pengadilan pertama tanpa mengulas atau mempertimbangkan argumentasi pembelaan yang telah kami ajukan dalam memori banding.

Baca juga: Agus Buntung resmi banding atas putusan 10 tahun penjara

Ketiga, menilai putusan banding tersebut hanya mengandalkan keterangan satu saksi korban tanpa dukungan bukti lain yang menguatkan, sementara tidak ditemukan visum yang membuktikan kekerasan fisik ataupun saksi independen.

Disebutkan pula terdakwa mencabuli lebih dari satu orang, padahal dakwaan dan proses pembuktian hanya membahas satu korban. Hal ini bertentangan dengan prinsip kejelasan delik dalam hukum pidana.

"Permohonan kasasi ini kami ajukan sebagai bentuk ikhtiar hukum terakhir agar Mahkamah Agung dapat mengoreksi kekeliruan dalam penerapan hukum di tingkat sebelumnya, dan mengembalikan prinsip keadilan yang menghormati hak setiap warga negara, termasuk mereka yang menyandang disabilitas," ucap dia.

Ainuddin turut menyampaikan pandangan hukumnya bahwa putusan yang adil bukan hanya memihak kepada korban, tetapi yang memeriksa secara menyeluruh kebenaran hukum berdasarkan bukti, logika, dan rasa keadilan.

Pengadilan Tinggi NTB dalam amar putusan banding Agus Buntung pada 16 Juli 2025 yang teregistrasi dengan nomor: 146/PID.SUS/2025/PT MTR menyatakan menerima permintaan banding terdakwa dan jaksa penuntut umum.

Baca juga: Penasihat hukum Agus Buntung siap ajukan banding

Majelis hakim banding juga menguatkan putusan Pengadilan Negeri Mataram nomor: 23/Pid.Sus/2025/PN Mtr tanggal 27 Mei 2025 yang dimintakan banding para pihak. Turut disebutkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Dalam amar putusan pengadilan tingkat pertama, terdakwa Agus dijatuhi vonis pidana hukuman selama 10 tahun penjara dengan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.

Majelis hakim menjatuhkan vonis tersebut dengan menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana pencabulan lebih dari satu kali kepada beberapa korban sesuai dengan tuntutan jaksa.

Dengan menyatakan hal tersebut, hakim menetapkan perbuatan terdakwa telah melanggar dakwaan primer penuntut umum, yakni Pasal 6 huruf c juncto Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan vonis terhadap Agus Buntung dengan pidana hukuman 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti.

Baca juga: Lapas Lombok Barat tampung penahanan Agus Buntung

Baca juga: Agus Buntung divonis 10 tahun penjara

Baca juga: KDD NTB: Tuntutan 12 tahun Agus Buntung sudah sesuai fakta sidang

Baca juga: Penasihat hukum menyayangkan jaksa tuntut Agus Buntung 12 tahun penjara

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.