Dampak lingkungan PLTP lebih kecil dari konvensional

id Dampak PLTP,Panas bumi,Cipanas,pembangkit listrik

Dampak lingkungan PLTP lebih kecil dari konvensional

Pekerja memeriksa pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Karaha, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Selasa (29/10/2024). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/Spt.

Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai dampak lingkungan dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) lebih kecil apabila dibandingkan dengan pembangkit listrik konvensional, seperti dari uap (batu bara) dan gas.

“Dengan teknologi canggih, potensi terjadinya aktivitas seismik tidak ada. Getaran dari panas bumi sangat rendah dan bersifat lokal. Ini tidak ada hubungannya dengan aktivitas gempa bumi. Di negara lain pun, tidak terjadi kerusakan seperti yang dikhawatirkan,” ujar Fahmy dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut terkait dengan salah satu wilayah yang saat ini tengah dikembangkan untuk menjadi PLTP, yakni Cipanas di Kabupaten Cianjur.

Cipanas telah ditetapkan sebagai Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi Panas Bumi (WPSPE) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Keputusan Menteri Investasi/Kepala BKPM atas nama Menteri ESDM No. 1/1/PSPB/PMDN/2022.

Rencana area eksplorasi yang akan digunakan sangat terbatas, yakni hanya 0,02 persen dari total area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), dan berada di zona pemanfaatan yang secara historis telah digunakan masyarakat sebagai lahan perkebunan sayur (eks Perhutani).

Baca juga: Gubernur NTT sampaikan rekomendasi ke PLN untuk perbaikan PLTP berkelanjutan

Ia menjelaskan bahwa energi panas bumi memanfaatkan energi alami dari dalam perut bumi untuk menghasilkan listrik. Sistem ini bekerja dalam siklus tertutup sehingga jejak karbonnya sangat rendah dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara atau gas.

Ia menjelaskan, sistem panas bumi juga tidak menggunakan air tanah dangkal, dan prosesnya tidak berdampak pada vegetasi lokal maupun aktivitas pertanian masyarakat sekitar.

“Panas bumi bukan sekadar sumber energi, melainkan juga merupakan upaya untuk menjaga bumi tetap cerdas dan berkelanjutan,” ucap dia.

Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, dengan kapasitas terpasang saat ini mencapai 2,8 gigawatt (GW), terbesar kedua setelah Amerika Serikat yang mencapai 3,9 GW.

Baca juga: SMI menyalurkan pembiayaan 144,9 juta dolar AS pembangunan PLTP Ijen

Pemerintah menargetkan kapasitas panas bumi Indonesia mencapai 7,2 GW pada tahun 2030. Pengembangan ini sejalan dengan Astacita keenam, yakni mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis dalam negeri.

“Jika dimanfaatkan secara optimal, panas bumi dapat menjadi penopang utama ketahanan energi nasional, sejalan dengan program Astacita dalam mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan,” ujar Fahmy Radhi.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.