Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat melanjutkan arahan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung RI terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pada pengadaan laptop Chromebook pada Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikburistek) RI.
"Jadi, sesuai arahan dari pusat, sejumlah jaksa di NTB, termasuk di Bima, masuk dalam Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) Chromebook," kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bima Catur Hidayat Putra melalui sambungan telepon, Senin.
Dalam tindak lanjut arahan Kejagung, dia mengatakan bahwa pihaknya kini melakukan serangkaian pengumpulan data dan bahan keterangan terhadap para pihak terkait, baik dari kalangan penyedia maupun pihak Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) Kota Bima maupun Kabupaten Bima tahun pengadaan 2019 sampai dengan 2024.
Baca juga: Kajati NTB evaluasi penanganan kasus Chromebook Lotim dan Mataram
Dari adanya instruksi pusat, Kejari Bima kini masih fokus terhadap serangkaian pengumpulan data dan bahan keterangan dari pengadaan di Kota Bima dengan meminta keterangan dari pihak dikpora.
"Yang baru dimintai keterangan yang di Kota Bima itu kepala dinas periode 2019-2020, dan kadis periode 2021-2024," ujarnya.
Baca juga: Kejari Mataram usut dugaan korupsi pengadaan Chromebook 2022--2024
Kejagung dalam penyidikan kasus ini telah menetapkan empat tersangka, yakni Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024, Jurist Tan (JT); konsultan teknologi di Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM); Direktur Sekolah Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Dasar, Sri Wahyuningsih (SW); dan Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek 2020–2021 sekaligus kuasa pengguna anggaran di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Mulyatsyah (MUL).
Baca juga: Kejari Lombok Timur libatkan auditor hitung kerugian korupsi Chromebook
Dalam penyidikan, Kejagung menyatakan telah menemukan indikasi pemufakatan jahat dalam pengadaan yang masuk program digitalisasi pendidikan Se-Indonesia dengan mengarahkan pengadaan berbasis sistem operasi Chrome, bukan menggunakan sistem operasi Windows sesuai rekomendasi awal dari tim teknis.
Akibat adanya perubahan tersebut, pelaksanaan program diduga berjalan tidak sesuai tujuan hingga muncul kerugian total loss sesuai nilai pengadaan Rp1,9 triliun.
Baca juga: Korupsi chromebook, Kejari Lombok Timur perluas penyelidikan
