Surabaya (ANTARA) - Beberapa tahun lalu, di sebuah bandara internasional, saya berjumpa dengan seorang alumni kampus Indonesia. Ia hendak terbang ke mancanegara, bukan untuk berlibur, melainkan memimpin riset unggulan di sebuah perusahaan global. Dengan senyum penuh kenangan, ia berbisik, “Saya selalu ingat kampus ini, karena di sinilah mimpi saya pertama kali ditumbuhkan.”
Namun kalimat berikutnya yang membuat saya tertegun, “Kampus itu tidak bisa besar hanya dengan ilmunya sendiri, tetapi harus tumbuh bersama orang-orang yang pernah dilahirkannya.”
Sederhana, tapi menohok. Ia mengingatkan bahwa masa depan sebuah universitas tidak hanya ditentukan oleh tingginya menara atau canggihnya laboratorium. Semua itu penting, tetapi bukan inti. Intinya ada pada jejaring kolaborasi, yakni dosen yang guyub dengan mahasiswa, alumni yang terhubung dengan almamater, akademisi yang terbuka pada industri, dan ilmu yang berpadu dengan denyut kehidupan masyarakat.
Tanpa kolaborasi, kampus hanya akan menjadi menara gading, yakni indah dipandang, tetapi miskin substansi. Dengan kolaborasi, kampus menjelma menara cahaya, yang memancarkan keteguhan manfaat, berdampak nyata, dan diakui dunia.
Ibnu Khaldun, sejarawan abad ke-14, pernah menulis dalam Al-Muqaddimah (1377 M), “Peradaban runtuh bukan karena musuh dari luar, melainkan karena rapuhnya ikatan di dalam.” Begitu pula, visi besar kampus hanya akan berwujud bila ditopang oleh ikatan kolaboratif yang kokoh.
Kolaborasi Alumni
Tidak ada universitas besar yang tumbuh sendiri. Harvard, MIT, maupun Oxford berkembang karena kekuatan alumninya. Alumni bukan sekadar lulusan yang mengenang masa lalu, melainkan wajah kampus di dunia luar, duta yang membawa reputasi, sekaligus jejaring strategis yang membuka akses kolaborasi.
Bayangkan jika setiap alumni merasa terhubung bukan hanya lewat reuni, melainkan lewat kontribusi nyata dengan mendukung riset, membuka peluang beasiswa, menciptakan jejaring industri, hingga mendorong inovasi strategis. Dari energi kolektif itulah kampus mendapat daya tahan sekaligus daya dorong untuk menatap masa depan.
Kolaborasi alumni adalah kunci untuk memastikan kampus tidak berhenti menjadi menara gading, melainkan tumbuh sebagai menara cahaya yang meneguhkan eksistensi, menebar dampak positif, dan memperkuat daya saing di pentas dunia.
Kolaborasi Industri
Industri bergerak jauh lebih cepat daripada silabus kurikulum di kelas. Bila kampus hanya menjadi penyedia tenaga kerja, tentu akan tertinggal. Universitas perlu bertransformasi menjadi co-creator, yang menyusun solusi bersama industri, bukan sekadar penonton perubahan.
Kolaborasi semacam ini membuka banyak pintu, yakni riset bersama yang melahirkan inovasi terapan, magang yang membentuk kompetensi nyata, campus hiring yang mempercepat serapan lulusan, hingga hilirisasi teknologi yang membuat hasil penelitian kampus hadir di pasar. Bagi mahasiswa, inilah ruang belajar paling autentik. Bagi industri, inilah akses menuju ide-ide segar. Dan bagi kampus, inilah jalan untuk mengukuhkan diri sebagai mitra strategis.
Dengan pola kolaborasi yang berkesinambungan, universitas tidak lagi sekadar mengejar peringkat, tetapi benar-benar tangguh menghadapi disrupsi, berdampak pada masyarakat, dan mendunia melalui inovasi yang menjawab kebutuhan zaman.
Kolaborasi Global
Di era tanpa sekat, universitas tangguh harus berani menembus batas, membangun jejaring internasional, dan hadir dalam percakapan global. Pertukaran akademik, riset lintas negara, hingga konsorsium internasional menjadi jalan percepatan bagi universitas di Indonesia menuju QS Top-100 dan THE Impact Top-10.
Kolaborasi global bukan sekadar agenda internasionalisasi, melainkan strategi bertahan sekaligus melesat. Ia membuka ruang bagi mahasiswa untuk belajar lintas budaya, bagi dosen untuk meneliti bersama pakar dunia, dan bagi kampus untuk ikut menawarkan solusi atas isu-isu global, Sustainable Development Goals (SDGs).
Tanpa jejaring, kampus hanyalah pulau pengetahuan yang sunyi. Dengan jejaring, ia menjadi simpul peradaban yang menghubungkan ilmu dengan kemanusiaan. Kolaborasi global, pada akhirnya, adalah jembatan yang menjadikan kampus tidak sekadar besar di dalam negeri, melainkan diakui dunia, sebagai kampus yang benar-benar tangguh, berdampak, dan mendunia.
Kolaborasi Dana Abadi
Sebuah kampus yang tangguh tidak hanya hidup dari anggaran tahunan, tetapi memiliki napas panjang yang hanya lahir dari kemandirian finansial. Di sinilah Dana Abadi menemukan makna substansialnya.
Dana Abadi bukan sekadar instrumen finansial, melainkan simbol ikatan abadi antara alumni dan almamater. Ia menjadi wadah kontribusi yang terus menghidupi generasi berikutnya dengan mendanai riset jangka panjang, membuka akses beasiswa, hingga memperkuat daya saing global.
Dengan kolaborasi yang terjalin, Dana Abadi menjelma mesin penggerak keberlanjutan masa depan pendidikan yang tangguh, berdampak dan mendunia. Kolaborasi dana abadi memastikan kampus tetap berdiri kokoh dalam ketidakpastian, tidak rapuh oleh disrupsi, dan selalu relevan dengan dinamika perubahan zaman.
Kekuatan Kolaborasi
Banyak yang mengira reputasi kampus hanya ditentukan oleh peringkat internasional atau banyaknya publikasi di jurnal top tier. Itu memang penting, tetapi bukan “intinya inti”. Sejatinya reputasi kampus lahir dari perjalanan manusia yang ditempanya, yaitu alumni yang tangguh menghadapi zaman, memberi dampak nyata bagi masyarakat, dan mengharumkan nama almamater di kancah dunia.
Dan di sinilah pesan yang sering luput, yakni sebuah kampus bisa kehilangan gedung, bisa kehilangan dana, bahkan bisa kehilangan peringkat. Tetapi kampus tidak akan pernah kehilangan masa depan, selama kolaborasi dijaga, dirawat, dan diperkuat.
Oleh karena itu, jalan menuju kampus tangguh, berdampak, dan mendunia bukanlah jalan yang sunyi. Itu adalah jalan bernama kolaborasi, jalan yang hanya bisa ditempuh bersama-sama, dengan langkah seirama dan tangan yang saling bergandengan.
*) Penulis adalah Wakil Rektor 2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Sekretaris Umum Pengurus Wilayah Ikatan Alumni ITS Jawa Timur
