Terdakwa korupsi sampan minta mantan Ketua DPRD Bima harus bertanggung jawab

id sidang korupsi

Terdakwa korupsi sampan minta mantan Ketua DPRD Bima harus bertanggung jawab

Terdakwa korupsi pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima tahun 2012, Taufik Rusdi, (kiri) usai mengikuti sidang pledoi di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Senin (15/7/2019). (ANTARA/Dhimas BP)

Mataram (ANTARA) - Terdakwa korupsi pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima tahun 2012, Taufik Rusdi, meminta mantan Ketua DPRD Kota Bima, Ferra Amelia ikut bertanggung jawab terkait kerugian negara yang muncul dalam kasus tersebut.

"Pelaksanaan tender itu diketahui oleh Fera Amelia, karena itu dia harus bertanggung jawab dan juga dijadikan terdakwa, 'Mens rea'-nya sudah kelihatan di situ," kata penasihat hukum terdakwa, Muhamad Nukman menyimpulkan pledoi yang telah disampaikan ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Senin.
Baca juga: Kenaikan gaji pegawai non-PNS di Mataram tengah dirumuskan

Dia menjelaskan bahwa mens reaf (sikap bathin jahat) mantan DPRD Kota Bima itu dapat dilihat dari kesaksiannya di hadapan majelis hakim. Asal-usul munculnya kerugian negara hasil temuan BPKP senilai Rp159,8 juta dan siapa yang beritikad baik mengembalikannya telah terungkap dalam fakta di persidangan.

"Jadi sumber kejahatannya itu dapat dilihat dari temuan BPKP, itu pun (kerugian negara) telah dibayar oleh terdakwa yang hanya menjalankan tugas sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), bukannya Ferra Amelia," ujarnya.

Terdakwa Taufik Rusdi mengembalikan kerugian negaranya ketika ditetapkan penyidik kepolisian sebagai tersangka. Itikad baik itu pun menjadi bahan pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menuntut terdakwa Taufik Rusdi dengan pidana penjara satu tahun dan enam bulan penjara.

Selain pidana penjara, terdakwa Taufik Rusdi juga dibebankan untuk membayar denda pidana sebesar Rp50 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka terdakwa Taufik Rusdi wajib menggantinya dengan kurungan tambahan selama dua bulan.

Tuntutan itu diberikan sesuai isi dakwaan subsidairnya, Pasal 3 UU RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Dalam fakta persidangan terungkap pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa Taufik Rusdi dilihat ketika bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tersebut. Ketika itu, dia masih berdinas di Dinas PU Kabupaten Bima.

Dalam proyek tersebut sebagai PPK proyek, terdakwa Taufik Rusdi bersama mantan Ketua DPRD Kota Bima, Ferra Amelia terindikasi melakukan permufakatan jahat. Dengan cara membagi paket pengadaan menjadi lima item, anggaran sebesar Rp1 miliar dibagi menjadi lima sehingga rekanan pelaksana dapat ditunjuk langsung.

Rekanan itu antara lain, CV Lewamori Putra Putra Pratama untuk pengadaan sampan di Desa Kore, Sanggar, Kabupaten Bima senilai Rp198,2 juta, kemudian kontrak Rp198,4 juta dengan CV Lamanggila untuk pengadaan sampan di Desa Punti, Soromandi.

Selanjutnya, CV Wadah Bahagia untuk pengadaan sampan di Desa Lamere, Sape dengan kontrak Rp198,3 juta. Kontrak senilai Rp198,3 juta dengan CV Sinar Rinjani untuk pengadaan di Desa Sangiang, Wera, dan terakhir kontrak sebesar Rp198,2 juta dengan CV Bima Putra Pratama untuk pengadaan di Desa Bajo Pulau, Sape.

Lebih lanjut, dalam prosesnya diketahui bahwa terdakwa tidak membuat dokumen pengadaan, Rencana Kerja Syarat-syarat (RKS), Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan gambar pekerjaan.

Rusdi malah meminta Ferra Amelia untuk mempersiapkan kelengkapan lima dokumen atau profil perusahaan tersebut karena di lapangan pengadaan sampan dikerjakan Ferra Amelia. Saksi Ferra Amelia mengatur rekanan yang mengerjakan proyek tidak lain karena kedekatan kekeluargaan.

Unsur pidananya pun terlihat ketika pengerjaannya tidak selesai sesuai kontrak, pada 13 Desember 2012. Namun demikian, terdakwa tetap melakukan pembayaran 100 persen. Realisasi pembayaran sebesar Rp991,6 juta sementara pengeluaran riil sebesar Rp741,6juta. Akibatnya muncul kerugian negara sebesar Rp159,8 juta.