Banda Aceh (ANTARA) - Warga berinisial EY (43 tahun) yang meninggal dunia dalam status pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 sempat dirawat di ruang perawatan pasien umum Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Zainoel Abidin Banda Aceh, sebelum dipindahkan ke ruang isolasi COVID-19.
Juru Bicara COVID-19 Pemerintah Aceh Saifullah Abdulgani menjelaskan bahwa pasien EY itu masuk ke RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh lantaran mengalami gangguan empedu, sehingga dirawat di ruang biasa.
"Iya, karena waktu itu masuk sebagai pasien dengan gangguan empedu. Sebelum diketahui bahwa dia (EY) memang terindikasi pneumonia akut," katanya, dalam video conference di Banda Aceh, Kamis.
Warga Aceh Utara tersebut meninggal dunia dalam status PDP, dan belum dinyatakan positif COVID-19, lantaran belum keluar hasil sampel lendir (swab) dari Balitbangkes Kemenkes RI.
Katanya, diagnosa terakhir saat EY meninggal yakni infeksi paru-paru (pneumonia).
Ia menjelaskan awalnya EY bukan pasien PDP COVID-19, karena EY menjalani opname di ruang pasien umum RSUD Zainoel Abidin dengan keluhan gangguan empedu, dan memerlukan tindakan operasi.
Sebelum EY menjalani tindakan operasi, jelas Saifullah, petugas kesehatan perlu melakukan pemeriksaan medis, salah satunya foto thorax. Dan hasilnya menunjukkan bahwa EY terindikasi pneumonia berat seperti yang terlihat pada foto thorax pasien PDP COVID-19.
"Setelah didalami lebih lanjut baru diketahui ternyata EY pulang dari Malaysia 13 hari sebelumnya. Setelah diketahui indikasi ini mengarah ke PDP maka EY langsung dipindahkan ke ruang isolasi. Dalam penanganan para ahli disana, EY mengembuskan nafas terakhirnya," katanya.
Belajar dari kasus tersebut Pemerintah Aceh meminta masyarakat untuk tidak menyembunyikan seluruh informasi tentang anggota keluarganya yang baru kembali dari daerah terjangkit COVOD-19, disertai mengalami gejala demam, batuk, pilek, bahkan sesak nafas.
"Tujuannya selain untuk penyembuhan, juga untuk melindungi petugas kesehatan, apabila pasien atau keluarga tidak membuka semua informasi kita khawatir sekali dokter, perawat, para medis, akan tertular," katanya.
Juru Bicara COVID-19 Pemerintah Aceh Saifullah Abdulgani menjelaskan bahwa pasien EY itu masuk ke RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh lantaran mengalami gangguan empedu, sehingga dirawat di ruang biasa.
"Iya, karena waktu itu masuk sebagai pasien dengan gangguan empedu. Sebelum diketahui bahwa dia (EY) memang terindikasi pneumonia akut," katanya, dalam video conference di Banda Aceh, Kamis.
Warga Aceh Utara tersebut meninggal dunia dalam status PDP, dan belum dinyatakan positif COVID-19, lantaran belum keluar hasil sampel lendir (swab) dari Balitbangkes Kemenkes RI.
Katanya, diagnosa terakhir saat EY meninggal yakni infeksi paru-paru (pneumonia).
Ia menjelaskan awalnya EY bukan pasien PDP COVID-19, karena EY menjalani opname di ruang pasien umum RSUD Zainoel Abidin dengan keluhan gangguan empedu, dan memerlukan tindakan operasi.
Sebelum EY menjalani tindakan operasi, jelas Saifullah, petugas kesehatan perlu melakukan pemeriksaan medis, salah satunya foto thorax. Dan hasilnya menunjukkan bahwa EY terindikasi pneumonia berat seperti yang terlihat pada foto thorax pasien PDP COVID-19.
"Setelah didalami lebih lanjut baru diketahui ternyata EY pulang dari Malaysia 13 hari sebelumnya. Setelah diketahui indikasi ini mengarah ke PDP maka EY langsung dipindahkan ke ruang isolasi. Dalam penanganan para ahli disana, EY mengembuskan nafas terakhirnya," katanya.
Belajar dari kasus tersebut Pemerintah Aceh meminta masyarakat untuk tidak menyembunyikan seluruh informasi tentang anggota keluarganya yang baru kembali dari daerah terjangkit COVOD-19, disertai mengalami gejala demam, batuk, pilek, bahkan sesak nafas.
"Tujuannya selain untuk penyembuhan, juga untuk melindungi petugas kesehatan, apabila pasien atau keluarga tidak membuka semua informasi kita khawatir sekali dokter, perawat, para medis, akan tertular," katanya.
Tercatat hingga kini telah dua orang PDP COVID-19 meninggal dunia di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh, yakni warga berinisial AA (56 tahun) meninggal pada Senin (23/3) lalu dan EY (43 tahun).
Setelah empat hari meninggal, AA telah terkonfirmasi dari Balitabangkes Kemenkes RI bahwa dinyatakan positif COVID-19. Hal itu merupakan positif COVID-19 perdana di daerah Serambi Mekkah.