Sembalun, Lombok Timur (ANTARA) - Forum Pelaku Wisata Lingkar Rinjani mengadakan pertemuan lanjutan untuk membahas terkait polemik kuota pendakian dan aplikasi E-Rinjani, berlangsung di Villa Bambu Rinjani, Desa Senaru, Kecamatan Bayan Lombok Utara, Minggu (22/5).
"Sebagai tindak lanjut pertemuan kami di Sembalun, untuk membahas tema yang sama. Kami rasa masih banyak kekurangan yang akan di benahi, agar ke depannya mampu mengakomodir kepentingan banyak pihak. terutama kepentingan masayarakat di lingkar Rinjani," jelas Royal Sembahulun, ketua koordinator pertemuan saat dikonfirmasi, Senin (23/5).
Pembatasan kuota kunjungan ke Gunung Rinjani, saat ini sangat disayangkan oleh para pelaku wisata lingkar Rinjani, di mana menurut mereka sangat merugikan para Tracking Organizer (TO) dan pelaku wisata lainnya, karena tidak sesuai dengan kondisi normal saat ini.
Royal menilai, sejak diberlakukannya kuota pendakian di Gunung Rinjani oleh kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Mataram tahun 2019 hingga sekarang sangat berdampak kepada pelaku wisata dan UMKM di lingkar Rinjani.
"Kebijakan ini sangat merugikan kami, ketika pengunjung Rinjani dibatasi pada angka yang tidak tepat di waktu normal ini. Maka akan berdampak pada lambatnya pertumbuhan perekonomian masyarakat," pungkas Royal.
Berbicara wisata Rinjani, lanjut tokoh pemuda Sembalun ini, maka gunung Rinjani berkaitan dengan banyak pihak yang menjalankan bisnis khususnya dibidang pariwisata. Seperti Homestay (Hotel), Restoran (Kedai), TO, travel (Transportasi) dan mereka yang menawarkan jasa pelaku bisnis lainnya.
"Terutama guide dan porter, keterlibatan mereka cukup tinggi. Maka mereka sudah pasti berharap, tamu akan lebih banyak yang akan datang. Jadi bisa dibayangkan bgaiamana Rinjani mampu menggerakan prekonomian masayarakt," ujar Royal.
"Saya rasa kita sudah paham akan dampak yang di akibatkan ketika ada pembatasan wisatawan di Gunung Rinjani, dengan tanpa melakukan perhitungan yang matang. Banyak yang akan dirugikan, terutama mereka yang menjalankan bisnis yang berkaitan dengan wisata Rinjani," imbuhnya.
Jika kebijakan ini diteruskan, kata ketua Pokdarwis Lotim ini, lebih lanjut, maka sama saja pemerintah dan atau instansi terkait membunuh usaha masyarakat lokal.
"Jelas ini tidak sejalan dengan visi besar pemerintah, salah satunya untuk memulihkan sektor pariwisata Nasional. Tujuannya agar dapat mengangkat prekonomian Masayarakat," tegas Royal.
Tentunya hal ini menjadi masalah yang serius untuk disikapi bersama, bukan hanya oleh para pelaku wisata di lingkar Rinjani. Tapi juga oleh stakeholder yang ada, karena Rinjani tidak sama dengan gunung lain di Indonesia yang memberlakukan kuota. Seperti Gunung Semeru, Bromo dan Kerinci itu karena di gunung tersebut pengunjung tidak menggunakan jasa TO.
Selanjutnya Royal membacakan lima poin tuntutan yang direkomendasikan sesuai dengan hasil rapat Forum Pelaku Wisata Lingkar Rinjani tertanggal 22 Mei 2022 di Senaru Lotra sebagai berikut.
Satu, kuota pendakian ditiadakan seperti sebelumnya dan tanpa kuota harian maupun tahunan. Khusus bagi para Tracking Organizer mengingat dampak yang diberikan tidak ada
Dua, menyetop sementara pemberlakuan booking online e-Rinjani sampai ada dilakukannya perbaikan sistem kerja operasi aplikasi tersebut.
Tiga, penerapan black list yang dilakukan kepada pengunjung berdasar pada pelanggaran berat seperti, tidak membawa sampah turun, merusak fasilitas yang ada di Gunung Rinjani, mencemari lingkungan dan melakukan feodalisme.
Empat, membangun kemitraan dengan pihak lembaga lokal dalam hal pengelolaan pendakian di Gunung Rinjani.
Lima, cek kesehatan untuk pendaki ke Rinjani kami pertanyakan, karena tidak memiliki dasar dalam penerapannya dan kami minta diberhentikan untuk sementara.
"Kelima poin itu yang akan kami layangkan melalui surat resmi ke pihak TNGR, semoga tuntutan kami ini segera direspon. Agar tidak ada lagi polemik di Rinjani," harap Royal.
Adapun yang turut serta dalam pertempuran tersebut, yang dihadiri oleh, Danwinata Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPBD) Lombok Utara, Kades Senaru, perwakilan Trekking Organizer (TO) Sembalun Lombok Timur dan Senaru Lombok Utara serta para perwakilan Guide dan Porter Rinjani.
Munawir (Awing Advanture), TO dari Senaru, menambahkan. Apa yang menjadi aspirasi dari teman-teman pelaku wisata lingkar Rinjani yang menjadi permasalahan di Rinjani.
Yang pertama Adalah, masalah kuota atau pembatasan ke Rinjani. Tentunya dalam kebijakan kepala Balai TNGR menurutnya, sangat merugikan selaku pelaku Tracking Organiz dan pelaku wisata lainnya.
"Ketika ada kebijakan sistem kuota ini, kami sangat dirugikan dan dibebankan saat melakukan organizer wisatawan," ketus Munawir.
Seperti yang pernah dilakukan, pria yang kerap disapa Aweng ini menuturkan. Banyak teman-teman TO yang mengeluh terkait pembatasan itu, kadang ada kuota wisatawan tidak ada yang booking lewat TO, begitu juga sebaliknya pas ada wisatawan yang booking lewat TO kuota Rinjani sudah full.
"Kalau seperti ini terus, kapan bangkitnya perekonomian masyarakat melalui bisnis pariwisata di lingkar Rinjani dan di NTB umumnya," pungkas Asing.
Sementara itu diketahui bersama sambungnya, bahwa Rinjani sebagai ikon-nya NTB. Tentunya sangat diharapkan sebagai magnet untuk mendatangkan para wisatawan lokal dan manca Negara.
"Boro-boro mendatangkan wisatawan lebih banyak lagi, malah kami sering di komplain oleh wisatawan. Karena pas hendak ke Rinjani kuota full," tutur Aweng.
"Dan pada saat pembahasan kuota ini, masyarakat maupun para pelaku wisata yang ada di lingkar Rinjani tidak pernah dilibatkan," imbuhnya.
Dalam pertemuan tersebut, telah di sepakati beberapa rekomendasi tuntutan terkait kuota pendakian di waktu normal yang harus segera di evaluasi agar memberikan dampak kepada masayarakat. Khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan aktivitas usaha wisata di Gunung Rinjani.
"Selain itu, tuntutannya agar penyediaan aplikasi e-Rinjani yang memadai harus segera di wujudkan. Agar tidak mudah dimainkan oleh oknum-oknum untuk kepentingan tertentu yang dapat merugikan para pelaku dan masayarakat pada umumnya," tutupnya.
"Sebagai tindak lanjut pertemuan kami di Sembalun, untuk membahas tema yang sama. Kami rasa masih banyak kekurangan yang akan di benahi, agar ke depannya mampu mengakomodir kepentingan banyak pihak. terutama kepentingan masayarakat di lingkar Rinjani," jelas Royal Sembahulun, ketua koordinator pertemuan saat dikonfirmasi, Senin (23/5).
Pembatasan kuota kunjungan ke Gunung Rinjani, saat ini sangat disayangkan oleh para pelaku wisata lingkar Rinjani, di mana menurut mereka sangat merugikan para Tracking Organizer (TO) dan pelaku wisata lainnya, karena tidak sesuai dengan kondisi normal saat ini.
Royal menilai, sejak diberlakukannya kuota pendakian di Gunung Rinjani oleh kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Mataram tahun 2019 hingga sekarang sangat berdampak kepada pelaku wisata dan UMKM di lingkar Rinjani.
"Kebijakan ini sangat merugikan kami, ketika pengunjung Rinjani dibatasi pada angka yang tidak tepat di waktu normal ini. Maka akan berdampak pada lambatnya pertumbuhan perekonomian masyarakat," pungkas Royal.
Berbicara wisata Rinjani, lanjut tokoh pemuda Sembalun ini, maka gunung Rinjani berkaitan dengan banyak pihak yang menjalankan bisnis khususnya dibidang pariwisata. Seperti Homestay (Hotel), Restoran (Kedai), TO, travel (Transportasi) dan mereka yang menawarkan jasa pelaku bisnis lainnya.
"Terutama guide dan porter, keterlibatan mereka cukup tinggi. Maka mereka sudah pasti berharap, tamu akan lebih banyak yang akan datang. Jadi bisa dibayangkan bgaiamana Rinjani mampu menggerakan prekonomian masayarakt," ujar Royal.
"Saya rasa kita sudah paham akan dampak yang di akibatkan ketika ada pembatasan wisatawan di Gunung Rinjani, dengan tanpa melakukan perhitungan yang matang. Banyak yang akan dirugikan, terutama mereka yang menjalankan bisnis yang berkaitan dengan wisata Rinjani," imbuhnya.
Jika kebijakan ini diteruskan, kata ketua Pokdarwis Lotim ini, lebih lanjut, maka sama saja pemerintah dan atau instansi terkait membunuh usaha masyarakat lokal.
"Jelas ini tidak sejalan dengan visi besar pemerintah, salah satunya untuk memulihkan sektor pariwisata Nasional. Tujuannya agar dapat mengangkat prekonomian Masayarakat," tegas Royal.
Tentunya hal ini menjadi masalah yang serius untuk disikapi bersama, bukan hanya oleh para pelaku wisata di lingkar Rinjani. Tapi juga oleh stakeholder yang ada, karena Rinjani tidak sama dengan gunung lain di Indonesia yang memberlakukan kuota. Seperti Gunung Semeru, Bromo dan Kerinci itu karena di gunung tersebut pengunjung tidak menggunakan jasa TO.
Selanjutnya Royal membacakan lima poin tuntutan yang direkomendasikan sesuai dengan hasil rapat Forum Pelaku Wisata Lingkar Rinjani tertanggal 22 Mei 2022 di Senaru Lotra sebagai berikut.
Satu, kuota pendakian ditiadakan seperti sebelumnya dan tanpa kuota harian maupun tahunan. Khusus bagi para Tracking Organizer mengingat dampak yang diberikan tidak ada
Dua, menyetop sementara pemberlakuan booking online e-Rinjani sampai ada dilakukannya perbaikan sistem kerja operasi aplikasi tersebut.
Tiga, penerapan black list yang dilakukan kepada pengunjung berdasar pada pelanggaran berat seperti, tidak membawa sampah turun, merusak fasilitas yang ada di Gunung Rinjani, mencemari lingkungan dan melakukan feodalisme.
Empat, membangun kemitraan dengan pihak lembaga lokal dalam hal pengelolaan pendakian di Gunung Rinjani.
Lima, cek kesehatan untuk pendaki ke Rinjani kami pertanyakan, karena tidak memiliki dasar dalam penerapannya dan kami minta diberhentikan untuk sementara.
"Kelima poin itu yang akan kami layangkan melalui surat resmi ke pihak TNGR, semoga tuntutan kami ini segera direspon. Agar tidak ada lagi polemik di Rinjani," harap Royal.
Adapun yang turut serta dalam pertempuran tersebut, yang dihadiri oleh, Danwinata Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPBD) Lombok Utara, Kades Senaru, perwakilan Trekking Organizer (TO) Sembalun Lombok Timur dan Senaru Lombok Utara serta para perwakilan Guide dan Porter Rinjani.
Munawir (Awing Advanture), TO dari Senaru, menambahkan. Apa yang menjadi aspirasi dari teman-teman pelaku wisata lingkar Rinjani yang menjadi permasalahan di Rinjani.
Yang pertama Adalah, masalah kuota atau pembatasan ke Rinjani. Tentunya dalam kebijakan kepala Balai TNGR menurutnya, sangat merugikan selaku pelaku Tracking Organiz dan pelaku wisata lainnya.
"Ketika ada kebijakan sistem kuota ini, kami sangat dirugikan dan dibebankan saat melakukan organizer wisatawan," ketus Munawir.
Seperti yang pernah dilakukan, pria yang kerap disapa Aweng ini menuturkan. Banyak teman-teman TO yang mengeluh terkait pembatasan itu, kadang ada kuota wisatawan tidak ada yang booking lewat TO, begitu juga sebaliknya pas ada wisatawan yang booking lewat TO kuota Rinjani sudah full.
"Kalau seperti ini terus, kapan bangkitnya perekonomian masyarakat melalui bisnis pariwisata di lingkar Rinjani dan di NTB umumnya," pungkas Asing.
Sementara itu diketahui bersama sambungnya, bahwa Rinjani sebagai ikon-nya NTB. Tentunya sangat diharapkan sebagai magnet untuk mendatangkan para wisatawan lokal dan manca Negara.
"Boro-boro mendatangkan wisatawan lebih banyak lagi, malah kami sering di komplain oleh wisatawan. Karena pas hendak ke Rinjani kuota full," tutur Aweng.
"Dan pada saat pembahasan kuota ini, masyarakat maupun para pelaku wisata yang ada di lingkar Rinjani tidak pernah dilibatkan," imbuhnya.
Dalam pertemuan tersebut, telah di sepakati beberapa rekomendasi tuntutan terkait kuota pendakian di waktu normal yang harus segera di evaluasi agar memberikan dampak kepada masayarakat. Khususnya mereka yang berhubungan langsung dengan aktivitas usaha wisata di Gunung Rinjani.
"Selain itu, tuntutannya agar penyediaan aplikasi e-Rinjani yang memadai harus segera di wujudkan. Agar tidak mudah dimainkan oleh oknum-oknum untuk kepentingan tertentu yang dapat merugikan para pelaku dan masayarakat pada umumnya," tutupnya.