Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua DPR Bidang Koordinasi Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel, mengatakan, APBN 2023 harus memacu ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat UMKM, industri dalam negeri, dan sumberdaya manusia.
"Jangan untuk impor dan jangan untuk yang sifatnya fisik saja. APBN 2023 harus mendorong ekonomi yang berkualitas. Ini momentum yang baik pasca-pandemi Covid-19 dan sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo,” katanya, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Hal itu dia kemukakan terkait tangggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2023 yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, pada 31 Mei 2022.
Menurut Gobel, ekonomi yang berkualitas adalah ekonomi yang memakmurkan seluruh lapisan masyarakat melalui pemerataan ekonomi dan kuatnya industri nasional, dengan mengandalkan SDM berkualitas.
Ia mengatakan kemakmuran lebih mudah dicapai jika fokus pada pembangunan pertanian, peternakan, perikanan-kelautan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan UMKM, karena semua sektor tersebut melibatkan tenaga kerja yang besar dan bertumpu di perdesaan serta masyarakat lapis bawah.
“Utamanya pertanian. Selain menjaga nilai tukar petani, juga menaikkan produktivitas pertanian. Ini juga akan memperkuat pangan nasional. Apalagi krisis pangan dunia mulai mengancam akibat Perubahan iklim, pandemi, dan konflik Rusia-Ukraina,” kata dia.
Baca juga: Komisi X DPR minta Menpora tingkatkan penerapan DBON
Lebih jauh anggota DPR dari Partai NasDem ini mengatakan pada era persaingan global saat ini yang akan menang adalah negara dengan daya dukung ekonomi nasional yang kuat dan yang memiliki kualitas SDM yang kompetitif. Untuk itu, ia meminta menteri pendidikan dan kebudayaan lebih fokus pada pembangunan manusia bukan proyek fisik dan ganti-ganti sistem pendidikan.
Ekonomi nasional yang kuat, katanya, bukan terletak pada kekayaan alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar, atau wilayah yang luas. Tapi pada kemampuan menguasai pasar dalam negeri dengan produk-produk yang diproduksi sendiri.
"Karena di balik itu ada manusia-manusia yang berkualitas,” katanya. Sedangkan negeri yang hanya mengandalkan kekayaan alamnya belaka, akan berpikir jangka pendek, menggali dan menebang untuk kemudian menjual.
"Biasanya, pasangan ekonomi seperti itu adalah cuma mengimpor dan menjual. Tak butuh kecanggihan apapun. Ekonomi yang semacam ini tak menghasilkan peradaban. Hanya menghasilkan orang-orang kaya yang tercerabut dari akar bangsanya sendiri. Indonesia tak didirikan untuk menjadi negeri dan bangsa semacam itu," kata dia.
Mantan Menteri Perdagangan itu juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang masih impor barang-barang yang justru sudah bisa diproduksi di dalam negeri.Pembangunan, katanya, justru harus memperkuat industri dalam negeri.
Hal itu dia kritisi karena pada 2021 impor baja naik 22 persen dan proporsi baja impor pada tahun itu mencapai 43 persen. Berdasarkan data statistik, impor besi dan baja pada 2020 senilai 7,985 miliar dolar AS. Namun pada 2021 melonjak menjadi 11,957 miliar dollar AS. Sedangkan untuk barang elektronika melonjak menjadi 22,338 miliar dolar AS pada 2021, melonjak 17,4 persen dibanding 2020.
"Jangan untuk impor dan jangan untuk yang sifatnya fisik saja. APBN 2023 harus mendorong ekonomi yang berkualitas. Ini momentum yang baik pasca-pandemi Covid-19 dan sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo,” katanya, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Hal itu dia kemukakan terkait tangggapan pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2023 yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, pada Rapat Paripurna DPR, di Jakarta, pada 31 Mei 2022.
Menurut Gobel, ekonomi yang berkualitas adalah ekonomi yang memakmurkan seluruh lapisan masyarakat melalui pemerataan ekonomi dan kuatnya industri nasional, dengan mengandalkan SDM berkualitas.
Ia mengatakan kemakmuran lebih mudah dicapai jika fokus pada pembangunan pertanian, peternakan, perikanan-kelautan, pariwisata, ekonomi kreatif, dan UMKM, karena semua sektor tersebut melibatkan tenaga kerja yang besar dan bertumpu di perdesaan serta masyarakat lapis bawah.
“Utamanya pertanian. Selain menjaga nilai tukar petani, juga menaikkan produktivitas pertanian. Ini juga akan memperkuat pangan nasional. Apalagi krisis pangan dunia mulai mengancam akibat Perubahan iklim, pandemi, dan konflik Rusia-Ukraina,” kata dia.
Baca juga: Komisi X DPR minta Menpora tingkatkan penerapan DBON
Lebih jauh anggota DPR dari Partai NasDem ini mengatakan pada era persaingan global saat ini yang akan menang adalah negara dengan daya dukung ekonomi nasional yang kuat dan yang memiliki kualitas SDM yang kompetitif. Untuk itu, ia meminta menteri pendidikan dan kebudayaan lebih fokus pada pembangunan manusia bukan proyek fisik dan ganti-ganti sistem pendidikan.
Ekonomi nasional yang kuat, katanya, bukan terletak pada kekayaan alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar, atau wilayah yang luas. Tapi pada kemampuan menguasai pasar dalam negeri dengan produk-produk yang diproduksi sendiri.
"Karena di balik itu ada manusia-manusia yang berkualitas,” katanya. Sedangkan negeri yang hanya mengandalkan kekayaan alamnya belaka, akan berpikir jangka pendek, menggali dan menebang untuk kemudian menjual.
"Biasanya, pasangan ekonomi seperti itu adalah cuma mengimpor dan menjual. Tak butuh kecanggihan apapun. Ekonomi yang semacam ini tak menghasilkan peradaban. Hanya menghasilkan orang-orang kaya yang tercerabut dari akar bangsanya sendiri. Indonesia tak didirikan untuk menjadi negeri dan bangsa semacam itu," kata dia.
Mantan Menteri Perdagangan itu juga menyoroti pembangunan infrastruktur yang masih impor barang-barang yang justru sudah bisa diproduksi di dalam negeri.Pembangunan, katanya, justru harus memperkuat industri dalam negeri.
Hal itu dia kritisi karena pada 2021 impor baja naik 22 persen dan proporsi baja impor pada tahun itu mencapai 43 persen. Berdasarkan data statistik, impor besi dan baja pada 2020 senilai 7,985 miliar dolar AS. Namun pada 2021 melonjak menjadi 11,957 miliar dollar AS. Sedangkan untuk barang elektronika melonjak menjadi 22,338 miliar dolar AS pada 2021, melonjak 17,4 persen dibanding 2020.