Mataram (Antara Mataram) - Penghubung Komisi Yudisial (KY) tengah memetakan kondisi pengadilan di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), guna mengetahui kondisi riil proses peradilan, selain menerima laporan pengaduan dari masyarakat.
"Sejak dilantik 19 September 2013, Penghubung KY untuk wilayah NTB mulai melakukan pemetaan kondisi pengadilan di NTB, guna mengetahui dan mendokumentasikan kondisi peradilan di NTB," kata Koordinator KY Wilayah NTB Ridho Ardian Pratama, di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, pemetaan tersebut merupakan bagian dari upaya Penghubung KY Wilayah NTB dalam mengumpulkan informasi di lapangan, atau tidak hanya bergantung pada laporan masyarakat.
Pemetaan dilakukan Penghubung KY NTB dengan cara memotret kondisi dan situasi di lingkup pengadilan, mulai dari gedung dan letak ruangan, karena sangat berpengaruh terhadap netralitas dan independensi hakim.
"Walau hakim memiliki wewenang yang besar namun baik tidaknya suatu proses peradilan tidak hanya bergantung dari sosok hakim. Kondisi dan situasi lingkungan peradilan juga memiliki andil besar dalam proses tersebut," ujarnya.
Ridho menyontohkan lingkungan Pengadilan Negeri Mataram, walau di beberapa ruangan telah ditempeli pengumuman tidak menerima tamu dari pihak yang berperkara, namun kondisi gedung yang tidak memadai sangat riskan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Apalagi, jumlah hakim yang sangat tidak sebanding dengan banyaknya jumlah kasus di pengadilan tersebut.
"Memang, tahun-tahun pertama tugas Penghubung KY NTB cukup berat. Apalagi unit kerja ini merupakan organ resmi pertama KY yang dibentuk di daerah," ujarnya.
Menurut dia, selain pemetaan dan menerima laporan masyarakat, tugas awal yang tak kalah penting adalah mensosialisasikan Penghubung KY NTB ke masyarakat.
Tidak hanya untuk mengenalkan lembaga pengawasan hakim tersebut, namun juga tata cara pelaporan, karena selama ini persepsi masyarakat seringkali menganggap KY merupakan lembaga peradilan atau lembaga untuk menempuh upaya hukum lain.
Ridho mengungkapkan contoh kesalahan persepsi/pemahaman terhadap tugas dan fungsi Komisi Yudisial yang selama ini sering terjadi.
Seperti, Komisi Yudisial dianggap dapat merubah/memperbaiki suatu putusan (termasuk menilai salah atau benarnya suatu putusan), dan Komisi Yudisial dianggap dapat memerintahkan Ketua Pengadilan untuk melaksanakan atau menunda eksekusi.
Komisi Yudisial juga dianggap dapat secara langsung memerintahkan agar majelis hakim diganti, dan dapat memerintahkan kepada KPN / Majelis Hakim untuk merubah status tahanan, dan dianggap dapat mempengaruhi Majelis Hakim secara langsung dalam memeriksa dan/atau memutus suatu perkara yang sedang berjalan.
Bahkan, Komisi Yudisial dianggap dapat menerima laporan serta pengaduan tidak terkait dengan hakim (perilaku panitera, polisi, jaksa atau instansi lain diluar hakim ke Komisi Yudisial).
Sesungguhnya, tugas, fungsi dan wewenang Komisi Yudisial terletak pada penegakkan Kode Etik Pedoman & Perilaku Hakim (KEPPH).
Bila terjadi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Hakim baik di dalam maupun di luar persidangan yang dilakukan oleh hakim, KY dapat merekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk segera mengambil tindakan terkait pelanggaran KEPPH, dan bahkan mengambil keputusan eksekutorial jika dalam tenggat waktu tertentu MA tidak mengambil keputusan terkait hakim yang terbukti melakukan pelanggaran KEPPH.
Hal itu ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial. Wewenang Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim sangat penting, mengingat hakim sebagai ujung tombak digantungkannya nasib dan rasa keadilan seseorang/para pihak.
"Dalam onteks penegakkan hukum peran pengawasan hakim ini menjadi hal yang sangat pokok," ujarnya.
Ridho juga mengungkapkan bahwa harus disadari bahwa dalam bekerja (pengawasan hakim, sosialisasi Kode Etik Pedoman & Perilaku Hakim (KEPPH), dan pemantauan persidangan) Komisi Yudisial tidak mungkin melakukannya sendiri, sehingga sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat terutama media dalam kerangka mewujudkan peradilan yang lebih baik.
Penghubung KY NTB merupakan organ resmi KY di daerah yang berfungsi membantu tugas lembaga tersebut dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim di daerah.
Pengangkatan petugas penghubung tersebut sesuai amanat pasal 3 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KomisiYudisial.
Di NTB, Kantor Penghubung KY berkedudukan di ibukota propinsi, tepatnya di jalan AR Hakim No 49 A Karang Bedil, Kota Mataram.
Sesuai dengan kewenangannya, Penghubung KY NTB menerima aduan dan laporan masyarakat terkait fungsi pengawasan hakim dan pemantauan persidangan. (*)
"Sejak dilantik 19 September 2013, Penghubung KY untuk wilayah NTB mulai melakukan pemetaan kondisi pengadilan di NTB, guna mengetahui dan mendokumentasikan kondisi peradilan di NTB," kata Koordinator KY Wilayah NTB Ridho Ardian Pratama, di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, pemetaan tersebut merupakan bagian dari upaya Penghubung KY Wilayah NTB dalam mengumpulkan informasi di lapangan, atau tidak hanya bergantung pada laporan masyarakat.
Pemetaan dilakukan Penghubung KY NTB dengan cara memotret kondisi dan situasi di lingkup pengadilan, mulai dari gedung dan letak ruangan, karena sangat berpengaruh terhadap netralitas dan independensi hakim.
"Walau hakim memiliki wewenang yang besar namun baik tidaknya suatu proses peradilan tidak hanya bergantung dari sosok hakim. Kondisi dan situasi lingkungan peradilan juga memiliki andil besar dalam proses tersebut," ujarnya.
Ridho menyontohkan lingkungan Pengadilan Negeri Mataram, walau di beberapa ruangan telah ditempeli pengumuman tidak menerima tamu dari pihak yang berperkara, namun kondisi gedung yang tidak memadai sangat riskan terjadinya pelanggaran oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Apalagi, jumlah hakim yang sangat tidak sebanding dengan banyaknya jumlah kasus di pengadilan tersebut.
"Memang, tahun-tahun pertama tugas Penghubung KY NTB cukup berat. Apalagi unit kerja ini merupakan organ resmi pertama KY yang dibentuk di daerah," ujarnya.
Menurut dia, selain pemetaan dan menerima laporan masyarakat, tugas awal yang tak kalah penting adalah mensosialisasikan Penghubung KY NTB ke masyarakat.
Tidak hanya untuk mengenalkan lembaga pengawasan hakim tersebut, namun juga tata cara pelaporan, karena selama ini persepsi masyarakat seringkali menganggap KY merupakan lembaga peradilan atau lembaga untuk menempuh upaya hukum lain.
Ridho mengungkapkan contoh kesalahan persepsi/pemahaman terhadap tugas dan fungsi Komisi Yudisial yang selama ini sering terjadi.
Seperti, Komisi Yudisial dianggap dapat merubah/memperbaiki suatu putusan (termasuk menilai salah atau benarnya suatu putusan), dan Komisi Yudisial dianggap dapat memerintahkan Ketua Pengadilan untuk melaksanakan atau menunda eksekusi.
Komisi Yudisial juga dianggap dapat secara langsung memerintahkan agar majelis hakim diganti, dan dapat memerintahkan kepada KPN / Majelis Hakim untuk merubah status tahanan, dan dianggap dapat mempengaruhi Majelis Hakim secara langsung dalam memeriksa dan/atau memutus suatu perkara yang sedang berjalan.
Bahkan, Komisi Yudisial dianggap dapat menerima laporan serta pengaduan tidak terkait dengan hakim (perilaku panitera, polisi, jaksa atau instansi lain diluar hakim ke Komisi Yudisial).
Sesungguhnya, tugas, fungsi dan wewenang Komisi Yudisial terletak pada penegakkan Kode Etik Pedoman & Perilaku Hakim (KEPPH).
Bila terjadi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Hakim baik di dalam maupun di luar persidangan yang dilakukan oleh hakim, KY dapat merekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk segera mengambil tindakan terkait pelanggaran KEPPH, dan bahkan mengambil keputusan eksekutorial jika dalam tenggat waktu tertentu MA tidak mengambil keputusan terkait hakim yang terbukti melakukan pelanggaran KEPPH.
Hal itu ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Yudisial. Wewenang Komisi Yudisial dalam pengawasan hakim sangat penting, mengingat hakim sebagai ujung tombak digantungkannya nasib dan rasa keadilan seseorang/para pihak.
"Dalam onteks penegakkan hukum peran pengawasan hakim ini menjadi hal yang sangat pokok," ujarnya.
Ridho juga mengungkapkan bahwa harus disadari bahwa dalam bekerja (pengawasan hakim, sosialisasi Kode Etik Pedoman & Perilaku Hakim (KEPPH), dan pemantauan persidangan) Komisi Yudisial tidak mungkin melakukannya sendiri, sehingga sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat terutama media dalam kerangka mewujudkan peradilan yang lebih baik.
Penghubung KY NTB merupakan organ resmi KY di daerah yang berfungsi membantu tugas lembaga tersebut dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim di daerah.
Pengangkatan petugas penghubung tersebut sesuai amanat pasal 3 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KomisiYudisial.
Di NTB, Kantor Penghubung KY berkedudukan di ibukota propinsi, tepatnya di jalan AR Hakim No 49 A Karang Bedil, Kota Mataram.
Sesuai dengan kewenangannya, Penghubung KY NTB menerima aduan dan laporan masyarakat terkait fungsi pengawasan hakim dan pemantauan persidangan. (*)