Mataram (ANTARA) - Koordinator Penghubung Komisi Yudisial (KY) Nusa Tenggara Barat Ridho Ardian Pratama berharap hakim agar menjaga sikap independensi jika pemerintah setuju memberikan perubahan dalam hal kesejahteraan.
"Ketika hakim sudah ada ditempatkan pada posisi kesejahteraan yang layak dan berstatus sebagai pejabat negara yang sudah tidak dualisme lagi seperti sekarang ini, hakim seharusnya bisa menjaga independensi dalam menjalankan tugas yudikatif," kata Ridho di Mataram, Senin.
Ridho menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi hakim yang terungkap bermain dalam perkara. Tidak ada lagi hakim yang terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tidak ada lagi kita dengar hakim ada konflik kepentingan terhadap para pihak yang berperkara. Harapannya itu," ujarnya.
Baca juga: KY NTB terima 14 laporan pelanggaran kode etik hakim
Menurut dia, hakim di Indonesia sudah sepantasnya mendapatkan kesejahteraan yang layak dari negara, mengingat tugas dan tanggung jawab seorang hakim itu cukup besar dalam menangani sebuah perkara.
"Jadi, ini bukan hanya dari segi persoalan tunjangan saja, melainkan juga soal keamanan seorang hakim, itu makanya hakim butuh sejahtera," ucapnya.
Baca juga: KY NTB menggali informasi terkait pengalihan status penahanan Direktur AMG
Ridho menyatakan bahwa KY mendukung aksi solidaritas hakim yang berlangsung secara serentak skala nasional pada tanggal 7—11 Oktober 2024.
"Kenapa KY kemudian mengambil sikap dengan mendukung dan setuju atas aksi hakim ini? Agar ada koreksi PP 94 Tahun 2012 itu. Selain itu, regulasi sudah berumur, sudah 12 tahun, sepertinya memang hakim harus ditempatkan pada posisi yang semestinya, KY mendukung aksi ini agar hakim bisa mandiri," kata dia.
Perihal aksi solidaritas hakim yang menuntut kesejahteraan dalam bentuk penundaan sidang, Ridho tidak mempersoalkan hal tersebut.
"Dalam siaran resmi, mereka (hakim) sudah menyatakan bahwa penundaan sidang ini bukan berarti mogok kerja," ujarnya.
Baca juga: KY NTB ingatkan hakim junjung tinggi muruah peradilan
Dalam siaran resmi tersebut, hakim di seluruh Indonesia yang ikut aksi solidaritas di Jakarta harus mengambil cuti tahunan.
"Itu bagi yang bisa, disarankan ke Jakarta. Bagi yang sudah ambil hak cuti? Hakim itu bisa tetap masuk kantor (pengadilan), tetapi tidak menjalankan aktivitas menyidangkan perkara," ucapnya.
Bahkan, untuk pelayanan lainnya, Ridho memastikan pengadilan di wilayah NTB tetap terpantau membuka ruang bagi masyarakat.
"Apalagi sekarang ada metode-metode pelayanan secara daring seperti E-Court, sidang secara daring, itu masih bisa. Kami juga sudah pantau tadi di pengadilan tipikor, sidang tetap jalan. Jadi, aksi ini tidak lantas membuat pengadilan mengunci pintu pelayanan," kata Ridho.