Padang (ANTARA) - Anggota DPRD Sumatera Barat, Evi Yandri Rajo Budiman mengatakan, peruntuhan situs cagar budaya Rumah Singgah Bung Karno di Kota Padang merupakan aksi kriminal yang harus diusut tuntas. "Persoalan ini tidak bisa selesai dengan kata maaf, penyidik PNS atau pihak berwajib harus melakukan proses hukum, kenapa hal ini bisa terjadi," kata dia di Padang, Rabu.
Sekretaris Partai Gerindra Sumatera Barat mengatakan, Rumah Singgah yang pernah ditempati Bung Karno di Jalan Ahmad Yani itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Padang pada tahun 1998 serta disahkan oleh Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan tahun 2007 sebagai situs cagar budaya nasional.
Menurut dia, ada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Situs Cagar Budaya yang telah dilanggar dan itu sudah masuk ke ranah pidana.
Pertama terkait alih kepemilikan yang diatur dalam pasal 101 UU 11 tahun 2010 mengatur setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan cagar budaya dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga bulan dan paling lama lima tahun atau denda paling sedikit Rp400 juta dan paling banyak Rp1,5 miliar.
Kemudian terkait perusakan, diatur dalam pasal 105, yakni setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima belas tahun atau denda paling sedikit Rp500juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Kemudian di pasal 104 dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya pelestarian cagar budaya dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp500 juta rupiah.
"Ada pasal berlapis yang dilanggar dengan ratanya cagar budaya di Kota Padang tersebut. Saya sebagai orang yang lahir di Padang berduka cita dengan adanya perusakan ini dan kita kehilangan aset yang merupakan cagar budaya," kata dia.
Menurut dia, Pemprov Sumbar harus bertanggung jawab karena ini situs budaya nasional begitu juga Pemkot Padang yang dari informasinya memberikan izin kepada pemilik untuk melakukan peruntuhan. "Penyidik harus bekerja untuk ini dan masyarakat yang cinta situs budaya agar melaporkan aksi ini kepada kepolisian atau PPNS," kata dia.
Sementara Budayawan Minang, Edy Utama menilai jajaran pemerintahan di Sumatera Barat tidak tahu dengan Labu nan Kamek atau labu yang enak. Lebih sibuk dengan kemasan, minus dengan gagasan.
Baca juga: BPHN dorong penegakan hukum perobohan Rumah Singgah Soekarno
Baca juga: Disbud Palembang percepat upaya verifikasi objek cagar budaya
Hal itu dikatakan Edy Utama merespon diruntuhkannya kediaman Ema Idham, sebuah bangunan Cagar budaya di Kota Padang oleh pemiliknya saat ini, pekan lalu. Pada tahun 1942, rumah ini pernah ditempati Soekarno dalam perjalanannya ke Sumatera Barat dari Bengkulu. Sebelum dimiliki Ema Idham, rumah ini merupakan kediaman Dr Woworuntu yang didirikan pada tahun 1930.
“Selama 5 bulan lebih di Padang usai perjalanan darat dari Bengkulu, Soekarno bermukim di rumah sahabat lamanya asal Manado, Woworunto yang kini kondisi rumahnya telah runtuh. Saat itu, Soekarno belum seorang presiden. Masih seorang tokoh asal Pulau Jawa,” kata dia.
Dalam kurun waktu yang relatif singkat itu, ungkap Edy Utama, sejarah mencatat, Soekarno diterima dengan baik oleh masyarakat Minang bahkan sampai bertemu dengan Syekh Abdullah Abbas di Padang Japang, Kabupaten Limapuluh Kota. Soekarno, di saat itu, juga sudah jadi orang yang disegani bala tentara Jepang. ***3***