Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Mataram melengkapi petunjuk BPKP Perwakilan Nusa Tenggara Barat terkait kebutuhan ekspose untuk melihat adanya kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial senilai Rp6 miliar yang berasal dari dana pokok pikiran (pokir) dewan.
"Jadi, kami sudah paparan ke BPKP dan mereka memberi petunjuk tambahan. Kami masih tunggu itu (kelengkapan petunjuk), baru ekspose lagi untuk bahas kerugian," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram Mardiono di Mataram, Rabu.
Petunjuk tambahan untuk kebutuhan ekspose tersebut, jelas dia, berkaitan dengan dokumen dan keterangan sejumlah saksi melalui serangkaian pemeriksaan.
Baca juga: Kejari panggil saksi kasus korupsi pokir DPRD Mataram Rp92 miliar
Para pihak yang masuk dalam agenda pemeriksaan berasal dari pihak penerima dan Dinas Perdagangan Mataram sebagai penyalur bantuan sosial dalam bentuk uang, serta sejumlah anggota DPRD Mataram.
Dengan menyampaikan hal tersebut, Mardiono menegaskan bahwa BPKP sebagai pihak yang membantu penyidik menelusuri kerugian keuangan negara belum membentuk tim audit.
"Belum ada tim turun untuk audit. Karena masih harus ekspose dahulu untuk tentukan ada atau tidak kerugian," ujarnya.
Kejari Mataram meningkatkan status penanganan kasus dugaan korupsi ini ke tahap penyidikan pada Januari 2025.
Mardiono memastikan peningkatan status penanganan ini berdasarkan hasil gelar perkara yang sudah menemukan unsur perbuatan melawan hukum terkait pidana korupsi.
Baca juga: Kejati serahkan penanganan kasus korupsi DPRD Lombok Utara ke Kejari Mataram
Permasalahan dana pokir DPRD Kota Mataram tahun anggaran 2022 ini berkaitan dengan dugaan pemotongan jatah penerima bansos.
Dalam perencanaan, sejumlah anggota DPRD Kota Mataram menyalurkan bansos yang bersumber dari dana pokir tersebut dalam bentuk uang tunai. Uang dibagikan kepada setiap kelompok dengan nominal anggaran Rp50 juta.
Baca juga: KPK ingatkan DPRD Kota Mataram tak sisipkan pokir di APBD
Penyaluran tidak langsung diberikan pihak DPRD, melainkan melalui Dinas Perdagangan Kota Mataram.
Selain pemotongan jatah, dugaan penyelewengan berkaitan dengan dokumen pelaksana anggaran (DPA) DPRD Kota Mataram. Pihak dewan diduga mendaftarkan nama para penerima tanpa adanya usulan proposal.