Mataram (ANTARA) - Sebanyak 192 orang warga Nusa Tenggara Barat menjalani operasi katarak secara gratis di Rumah Sakit Mata NTB di Kota Mataram, Jumat.
Penjabat Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi, mengatakan Pemerintah Provinsi NTB berkomitmen untuk menurunkan jumlah kasus kebutaan dengan menggagas program "NTB" (Nusa Terang Benderang).
"Semoga kita menapak NTB ke depan, menjadi NTB yang 'Nampak Terang Benderang'. Jauh dari kondisi sekarang yang masih banyak menderita katarak, terjadi kekaburan dan sebagainya," ujarnya saat peluncuran program "Nusa Terang Benderang" (NTB) di Rumah Sakit NTB.
Gita menyebutkan jumlah penderita katarak di NTB sebanyak 29 ribu orang pada tahun 2020. Dari jumlah itu, yang sudah di operasi 11 ribu orang sehingga tersisa 18 ribu orang.
Kemudian di tahun 2022-2023 yang sudah di operasi 2.000-an orang sehingga yang tersisa masih sebanyak 15 ribuan orang.
"Yang sisa ini kami optimistis bisa tuntaskan dalam kurun waktu tiga tahun, seiring SDM kita khususnya dokter mata juga bertambah," kata Miq Gite, sapaan akrabnya.
Menurut data Dinas Kesehatan NTB saat ini menempati posisi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur dengan total nilai 4 persen untuk gangguan penglihatan atau kebutaan. Jika dikumulatif terdapat 37.530 kasus gangguan penglihatan. Dari jumlah itu 78 persen penyebab kebutaan paling tinggi adalah katarak.
Oleh karena itu, Miq Gite mengajak seluruh kabupaten dan kota di NTB bisa menyelenggarakan operasi katarak. Tak hanya itu, dirinya juga mengajak seluruh lembaga pemerintah termasuk BUMN dan BUMD juga ikut bersama-sama membantu pemerintah daerah untuk menggelar operasi katarak, seperti halnya yang dilakukan BUMD Bank NTB Syariah.
"Selain masyarakat, para ASN yang akan memasuki masa purna tugas, untuk melakukan pemeriksaan mata. Jika ada indikasi katarak, agar dapat segera ditangani," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri mengakui kasus gangguan penglihatan disebabkan oleh katarak dengan usia rentan di atas 50 tahun.
Namun ia mengungkapkan penggunaan gawai atau gadget berlebihan juga turut menyumbang gangguan pada mata. Terlebih lagi pada anak-anak untuk diwaspadai.
Untuk itu dirinya mengajak kepada seluruh pihak untuk berpartisipasi memberantas gangguan penglihatan di NTB.
"Kami mengajak partisipasi semua pihak, untuk upaya kita memberantas gangguan penglihatan di NTB," katanya.
Penjabat Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi, mengatakan Pemerintah Provinsi NTB berkomitmen untuk menurunkan jumlah kasus kebutaan dengan menggagas program "NTB" (Nusa Terang Benderang).
"Semoga kita menapak NTB ke depan, menjadi NTB yang 'Nampak Terang Benderang'. Jauh dari kondisi sekarang yang masih banyak menderita katarak, terjadi kekaburan dan sebagainya," ujarnya saat peluncuran program "Nusa Terang Benderang" (NTB) di Rumah Sakit NTB.
Gita menyebutkan jumlah penderita katarak di NTB sebanyak 29 ribu orang pada tahun 2020. Dari jumlah itu, yang sudah di operasi 11 ribu orang sehingga tersisa 18 ribu orang.
Kemudian di tahun 2022-2023 yang sudah di operasi 2.000-an orang sehingga yang tersisa masih sebanyak 15 ribuan orang.
"Yang sisa ini kami optimistis bisa tuntaskan dalam kurun waktu tiga tahun, seiring SDM kita khususnya dokter mata juga bertambah," kata Miq Gite, sapaan akrabnya.
Menurut data Dinas Kesehatan NTB saat ini menempati posisi kedua di Indonesia setelah Jawa Timur dengan total nilai 4 persen untuk gangguan penglihatan atau kebutaan. Jika dikumulatif terdapat 37.530 kasus gangguan penglihatan. Dari jumlah itu 78 persen penyebab kebutaan paling tinggi adalah katarak.
Oleh karena itu, Miq Gite mengajak seluruh kabupaten dan kota di NTB bisa menyelenggarakan operasi katarak. Tak hanya itu, dirinya juga mengajak seluruh lembaga pemerintah termasuk BUMN dan BUMD juga ikut bersama-sama membantu pemerintah daerah untuk menggelar operasi katarak, seperti halnya yang dilakukan BUMD Bank NTB Syariah.
"Selain masyarakat, para ASN yang akan memasuki masa purna tugas, untuk melakukan pemeriksaan mata. Jika ada indikasi katarak, agar dapat segera ditangani," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri mengakui kasus gangguan penglihatan disebabkan oleh katarak dengan usia rentan di atas 50 tahun.
Namun ia mengungkapkan penggunaan gawai atau gadget berlebihan juga turut menyumbang gangguan pada mata. Terlebih lagi pada anak-anak untuk diwaspadai.
Untuk itu dirinya mengajak kepada seluruh pihak untuk berpartisipasi memberantas gangguan penglihatan di NTB.
"Kami mengajak partisipasi semua pihak, untuk upaya kita memberantas gangguan penglihatan di NTB," katanya.