Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sebanyak 6.000 lahan milik pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat belum memiliki sertifikat.
"Dari 12 ribu lahan yang tercatat, baru 6.000 yang bersertifikat di NTB. Itu artinya baru 50 persen," kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinator Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria dalam rakor pencegahan korupsi terkait optimalisasi pengawasan aset daerah melalui percepatan sertifikasi aset di Mataram, Kamis.
Ia menilai perlu ada percepatan yang harus dilakukan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mensertifikat lahan-lahan tersebut.
"Masih banyak pekerjaan rumah (PR) untuk sertifikasi aset ini, makanya harus ada percepatan," ujarnya.
Dian menyatakan sertifikasi aset-aset milik pemerintah daerah penting untuk dilaksanakan untuk menghindari klaim dari orang per orang atau perusahaan, sehingga berujung pada pengadilan akibat ada niat jahat.
"Jangan sampai ada pembiaran, kesengajaan atau mens rea (niat jahat) terhadap aset-aset itu," kata Dian Patria.
Ia menyebut sejumlah aset yang menjadi sorotan KPK itu, di antaranya lahan di Lombok City Center (LCC), milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
Selanjutnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) AMM Mataram juga dimiliki Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Kemudian, aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang berada di Gili Trawangan, lahan Balai Guru Penggerak (BGP) NTB yang dimiliki Kota Mataram.
"Ambil contoh lahan LCC dikerjasamakan dengan investor tetapi tanpa ada jangka waktu, terus sertifikat diberikan kepada investor. Belum lagi mafia-mafia tanah dengan berpura-pura berperkara di pengadilan," terangnya.
Baca juga: Kejati NTB tingkatkan penanganan kasus korupsi aset LCC ke tahap penyidikan
Baca juga: DPD mendorong BPK bantu Pemda tata aset bermasalah
Oleh karena itu menurutnya, kehadiran KPK selain mencegah dan penindakan, namun bagaimana membantu pemerintah daerah dalam mengoptimalkan lahan-lahan yang dimiliki sehingga bisa menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD).
"Tapi kalau ada niat buruk dalam mengelola lahan itu, tentu KPK bisa turun tangan," katanya.
"Dari 12 ribu lahan yang tercatat, baru 6.000 yang bersertifikat di NTB. Itu artinya baru 50 persen," kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinator Supervisi (Korsup) KPK Wilayah V Dian Patria dalam rakor pencegahan korupsi terkait optimalisasi pengawasan aset daerah melalui percepatan sertifikasi aset di Mataram, Kamis.
Ia menilai perlu ada percepatan yang harus dilakukan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mensertifikat lahan-lahan tersebut.
"Masih banyak pekerjaan rumah (PR) untuk sertifikasi aset ini, makanya harus ada percepatan," ujarnya.
Dian menyatakan sertifikasi aset-aset milik pemerintah daerah penting untuk dilaksanakan untuk menghindari klaim dari orang per orang atau perusahaan, sehingga berujung pada pengadilan akibat ada niat jahat.
"Jangan sampai ada pembiaran, kesengajaan atau mens rea (niat jahat) terhadap aset-aset itu," kata Dian Patria.
Ia menyebut sejumlah aset yang menjadi sorotan KPK itu, di antaranya lahan di Lombok City Center (LCC), milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
Selanjutnya Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) AMM Mataram juga dimiliki Pemerintah Kabupaten Lombok Barat. Kemudian, aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) yang berada di Gili Trawangan, lahan Balai Guru Penggerak (BGP) NTB yang dimiliki Kota Mataram.
"Ambil contoh lahan LCC dikerjasamakan dengan investor tetapi tanpa ada jangka waktu, terus sertifikat diberikan kepada investor. Belum lagi mafia-mafia tanah dengan berpura-pura berperkara di pengadilan," terangnya.
Baca juga: Kejati NTB tingkatkan penanganan kasus korupsi aset LCC ke tahap penyidikan
Baca juga: DPD mendorong BPK bantu Pemda tata aset bermasalah
Oleh karena itu menurutnya, kehadiran KPK selain mencegah dan penindakan, namun bagaimana membantu pemerintah daerah dalam mengoptimalkan lahan-lahan yang dimiliki sehingga bisa menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD).
"Tapi kalau ada niat buruk dalam mengelola lahan itu, tentu KPK bisa turun tangan," katanya.