"SANGKEP BELEQ" LAYAK DIBIAYAI APBD MENDAPAT DUKUNGAN

id

         Lombok Barat (ANTARA) - Usulan staf khusus Menhut bidang Pemberdayaan Masyarakat Prof San Afri Awang tentang layaknya kegiatan "Sangkep Beleq" (pertemuan akbar) di kawasan hutan Sesaot, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapat bantuan pembiayaan melalui APBD.
         "Tentu saja, kami sebagai pendamping program hutan kemasyarakatan
(HKM) di Sesaot ini, sangat setuju atas usulan staf khusus Menhut
itu, karena bisa meningkatkan kualitas kegiatan dan pemberdayaan
masyarakat," kata Ir Rahmat Sabani di Lombok Barat, Rabu.
         {jpg*2}
         Pernyataan itu disampaikan Direktur Konsorsium untuk Studi dan Pengembangan Partisipasi (Konsepsi) NTB tersebut disela-sela acara puncak "Sangkep Beleq" III di Dusun Kumbi, Desa Lebah Sempaga, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
         "Sangkep Beleq" dilaksanakan pertama kali oleh para pemangku
kepentingan kehutanan di kawasan hutan Desa Sesaot pada tahun 2008,
dan kembali digelar pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2010 adalah
penyelenggaraan ketiga.
          Dalam lokakarya bertema "Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis
Masyarakat dan Pengelolaan Jasa Lingkungan Lestari serta Adaptasi
Perubahan Iklim Menuju Pembangunan Berkelanjutan" pada Selasa
(28/12) di Mataram, San Afri Awang menyatakan bahwa penyelenggaraan
secara periodik "Sangkep Beleq".
          Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat dibantu sejumlah lembaga donor, disebutkan "luar biasa" karena tidak semua daerah mempunyai kegiatan semacam itu, yang bisa mempertemukan berbagai pemangku kepentingan.
          "Jadi, 'Sangkep Beleq' ini bisa jadi momentum solusi berbagai masalah yang belum bisa diselelesaikan, sehingga bisa didanai APBD karena disinilah tempat konsultasi parapihak," kata guru besar ilmu kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu.
         Menurut Rahmat Sabani, pada penyelenggaraan "Sangkep Beleq" III tahun 2010 ini, dana yang diperlukan nilainya mencapai lebih kurang Rp130 juta, dan dua kegiataan tahun-tahun sebelumnya jumlahnya juga tidak jauh dari angka dimaksud.
         Ia mengemukakan bahwa jika pemerintah daerah, baik Pemerintah
Provinsi NTB maupun Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, mengapresiasi apa yang disampaikan staf khusus Menhut tersebut, maka kualitas penyelenggaraan "Sangkep Beleq" diyakini akan semakin baik, mengingat kegiatan itu adalah dialog multipihak, antara masyarakat, pemerintah dan kalangan swasta.
         "Dan tujuannya adalah pengelolaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan berbasis masyarakat lestari," katanya dan menambahkan bahwa hal itu juga untuk pengembangan ekonomi masyarakat yang berdomisili di sekitar kawasan hutan menuju pengelolaan hutan lestari (PHL) dan kesejahteraan masyarakat.
         Menurut dia, dengan partisipasi pemerintah daerah melalui skema
bantuan APBD untuk "Sangkep Beleq", maka harapan untuk tercapainya
kesejahteraan masyarakat dapat diraih karena bisa memperluas program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
         "Sekali lagi, kami di Konsepsi tentu mengapresiasi usulan staf khusus Menhut itu. Kini terpulang kepada pemerintah daerah dan juga dukungan wakil rakyat di DPRD," kata Rahmat Sabani, yang juga staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Mataram (Unram) itu.
         Puncak kegiatan "Sangkep Beleq" III di  Dusun Kumbi, Desa Lebah
Sempaga, Kecamatan Narmada, yang dilaksanakan dalam suasana guyuran
hujan itu, diikuti lebih kurang 1.500 warga yang selama ini
melaksanakan program HKM.
         Hadir pada acara itu staf ahli Menhut Prof Dr Ir San Afri Awang, M.Sc, staf ahli Menteri Koperasi Bidang Energi, Ali Herman Ibrahim, dan Ketua Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Agus Setiarso.
         Di samping itu juga hadir Kasubdit Pengembangan HKM Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliras Sungai dan Pengelolaan Sumberdaya Kemenhut Erna Rosdiana, serta Asisten I Pemprov NTB H Nasibun.
         Menurut Erna Rosdiana, Kemenhut tengah memroses penetapan sebanyak 31.246 hektare HKM di wilayah NTB agar bisa dikelola oleh masyarakat sekitar kawasan hutan dengan dasar hukum yang jelas.
         "Hutan Kemasyarakatan (HKM) di NTB yang belum ditetapkan masih dalam proses di bagian pemetaan. Mudah-mudahan dalam satu hingga dua bulan semuanya bisa ditetapkan," katanya.
          Ia menyebutkan, seluruh HKM yang belum ditetapkan tersebut tersebar di Kabupaten Lombok Barat, seluas 3.672 hektare (ha), Lombok Utara 1.293 ha, Sumbawa 17.624 ha, Dompu 4.446 dan Bima 4.426 ha.
          Proses penetapan tersebut perlu dilakukan untuk memberikan rasa
nyaman kepada masyarakat sekitar kawasan hutan yang mengelola,
terutama kawasan bekas Perusahaan Umum Perhutani.
          Menurut dia, HKM yang belum ditetapkan oleh Menhut tersebut sudah melalui proses verifikasi untuk mengetahui kelayakannya, baik dari sisi manfaat ekonomi maupun kelestarian lingkungan.
          "Dalam proses penetapannya nanti mungkin ada hal-hal yang tidak
sesuai dan bisa menimbulkan keberatan dari pemerintah daerah bisa
terjadi, tapi kita tetap melakukan upaya koordinasi," ujarnya.
         Erna juga menyebutkan, luas HKM di NTB yang sudah ditetapkan hingga 2010 mencapai 3.729 ha yang tersebar di Lombok Barat 185 ha, Lombok Utara 758 ha, Lombok Tengah 1.800 ha, Lombok Timur 154 ha dan Sumbawa 895 ha.
          Meskipun sudah ditetapkan sebagai HKm, menurut dia, pelaksanaan
pengelolaan yang melibatkan banyak pihak belum bersinergi dengan
baik. (*)