Mataram, (ANTARA) - Kemiskinan di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menjadi permasalahan serius dalam proses pembangunan, karena jumlah warga miskin masih mencapai 852.640 jiwa atau 18,63 persen dari total penduduk sekitar 4,5 juta jiwa.
Pemerintah daerah setempat dituntut untuk bekerja keras mengangkat warga miskin dari garis kemiskinan melalui melalui berbagai program pemberdayaan.
Pemprov NTB berupaya menanggulangi kemiskinan melalui empat klaster yang melibatkan semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Keempat klaster itu yakni Klaster I yang mencakup kelompok Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bidang perlindungan dan bantuan sosial berbasis rumah tangga, dan Klaster II SKDP bidang pemberdayaan masyarakat berbasis kelompok masyarakat.
Klaster III SKPD bidang pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) berbasis unit usaha dan Klaster IV mencakup SKPD pendukung berbasis wilayah.
Upaya pengurangan tingkat kemiskinan di bidang ketahanan pangan, termasuk dalam klaster II, namun lebih difokuskan pada pengembangan desa mandiri pangan, lumbung pangan, dan cadangan pangan pemerintah provinsi.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin mengatakan, pihaknya terus berupaya memperbanyak lumbung pangan, termasuk mengoptimalkan fungsi lumbung pangan yang sudah ada, sebagai bagian dari upaya pengurangan angka kemiskinan.
"Dari berbagai upaya nyata tersebut, Alhamdulillah cukup jelas dampaknya yakni angka kemiskinan yang terus berkurang setiap tahun," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, pada posisi Maret 2012 jumlah penduduk miskin di NTB telah berkurang menjadi 852.640 jiwa atau 18,63 persen dari total penduduk sekitar 4,5 juta jiwa.
Terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 1,1 poin dibanding posisi yang sama pada periode sebelumnya. Pada Maret 2011, jumlah penduduk miskin NTB mencapai 894.770 jiwa, atau setara 19,73 persen dari jumlah populasi.
Umumnya penduduk miskin itu bermukim di perkotaan yakni tercatat sebanyak 443.335 jiwa, sedangkan di daerah pedesaan terdata sebanyak 419.407 jiwa.
Penentuan warga miskin itu merujuk pada garis kemiskinan 2012 yakni pendapatan keluarga sebesar Rp242.831 sebulan. Angka itu juga mengalami kenaikan dari garis kemiskinan 2011 yang mencapai Rp215. 576.
Kini, NTB telah memiliki 199 desa mandiri pangan yang mencakup 25.985 kepala keluarga (KK). Syarat pembentukan desa mandiri pangan yakni minimal 30 persen penduduknya dikategorikan miskin.
Selain desa mendiri pangan, pengembangan lumbungan pangan juga terus diperbanyak, didukung dana APBN, APBD dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang implementasinya juga mengedepankan kearifan lokal.
Pengaturan pengelolaan cadangan pangan itu, mengacu kepada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi NTB.
Regulasi itu diperkuat dengan Instruksi Gubernur NTB Nomor: 2 Tahun 2009 tanggal 6 Mei 2009 perihal Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi NTB.
Setiap lumbung pangan dikelola oleh lembaga pengelola lumbung pangan masyarakat beranggotakan 25 hingga 30 orang, yang diberi dana bantuan sosial sebesar Rp50 juta, masing-masing Rp20 juta untuk dana kelembagaan dan Rp30 juta untuk isi cadangan pangan.
Sejak 2009, sudah terbentuk sebanyak 99 gabungan kelompok tani (gapoktan) pengelola lumbung pangan yang menyebar di 10 kabupaten/kota.
Pengembangan lembaga lumbung pangan masyarakat itu merupakan bagian dari upaya penyediaan cadangan pangan masyarakat secara berkesinambungan.
Demikian pula, penyediaan cadangan pangan pemerintah yang terus bertambah setiap tahun anggaran, dan tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB tahun 2009-2013.
Pemprov NTB menargetkan penyediaan cadangan pangan di 2010 sebanyak 530 ton setelah pencapaian penyediaan cadangan pangan sebanyak 521 ton di 2009 dari target 265 ton.
Target penyediaan cadangan pangan di 2011 cukup tinggi yakni sebesar 795 ton, target 2012 sebanyak 1.060 ton dan target 2013 yang mencapai 1.325 ton.
Cadangan pangan itu bersumber dari cadangan pangan pemerintah yang dijatahkan untuk Pemerintah Provinsi NTB dan 10 kabupaten/kota di wilayah NTB serta cadangan pangan masyarakat.
Khusus cadangan pangan masyarakat, bersumber dari Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), Lembaga Usaha Ekonomi Produktif (LUEP) dan lumbung pangan.
Cadangan pangan pemerintah didistribusikan untuk menjaga stabilisasi harga, untuk kepentingan penanggulangan bencana dan penanganan kemiskinan dan yang bersifat kronis seperti beras untuk keluarga miskin (raskin).
Saat ini, cadangan pangan Pemerintah Provinsi NTB yang disimpan di gudang bulog tercatat sebanyak 155 ton beras, dan di tingkat kabupaten/kota sekitar 50 ton beras.
Sementara cadangan pangan masyarakat atau pangan yang berada di tingkat konsumen, petani, pedagang, penggilingan dan lumbung, untuk mengantisipasi kekurangan pangan pada musim paceklik, gagal panen dan bencana alam skala lokal.
Cadangan pangan masyarakat juga berfungsi mengantisipasi keterlambatan pasokan pangan dari luar daerah, namun khusus NTB seringkali menjadi pamasok pangan ke daerah lain.
Dengan adanya cadangan pangan masyarakat, maka antisipasi dini terhadap kejadian rawan pangan yang diakibatkan oleh bencana alam maupun bencana sosial, dapat segera teratasi melalui program swadaya masyarakat.
Majelis Taklim
Meski berbagai upaya penguatan ketahanan pangan sudah dilakukan BKP Provinsi NTB, namun Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB masih merasa kurang sehingga meluncurkan program baru yang diberi nama Lumbung Pangan Bersaing (beriman dan berdaya saing).
Program lumbung pangan bersaing itu berbasis majelis taklim dan syariah, sekaligus penguatan usaha ekonomi masyarakat dari kalangan keluarga miskin.
Majelis taklim biasanya bertugas membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan sesuai atau serasi antara manusia dengan Sang Pencipta, dan antara manusia dengan manusia lainnya, serta antara manusia dengan tempat tinggal sekitarnya atau lingkungan, dalam kerangka peningkatan ketaqwaan Allah SWT.
Kini, diajak mengembangkan lumbung pangan agar ketahanan pangan tetap aman, dan kemiskinan berkurang.
Pelibatan majelis taklim itu bukan tanpa alasan, karena lembaga pendidikan non-formal bidang keagamaan itu berfungsi sebagai tempat belajar, tempat kontak sosial, hingga tempat mewujudkan minat sosial.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB Rosiadi Sayuti mengatakan, ide pelibatan majelis taklim dalam program lumbung pangan itu terkait julukan Lombok pulau seribu masjid.
Karena itu, majelis taklim bukan hanya sebagai salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan masyarakat.
"Program ini khas inisiatif lokal hasil kerja sama Pemprov NTB dengan Yayasan Andalisia Islamic Center, dan baru dimulai pada 2011 dan dilanjutkan di 2012," ujar Rosiadi.
Dukungan anggaran untuk pengembangan lumbung pangan berbasis majelis taklim dan syariah itu, dialokasikan dari APBD NTB melalui pos anggaran Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) NTB.
Namun, dalam implementasinya program lumbung pangan bersaing itu dikoordinir oleh Kepala Bappeda NTB.
Untuk langkah awal di tahun pertama 2011, program itu berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat dan Lombok Timur, yang menyasar sebanyak 1.129 orang warga masyarakat yang terlibat langsung dalam pengembangan lumbung pangan.
Di Kabupaten Lombok Timur mencakup satu kecamatan, tiga desa, 20 dusun, yang melibatkan 34 orang anggota majelis taklim, yang mencakup 139 kelompok tani dengan anggota kelompok sebanyak 695 orang.
Di Kabupaten Sumbawa Barat, mencakup satu kecamatan, empat desa, 24 dusun, yang melibatkan 25 orang anggota majelis taklim, yang mencakup 88 kelompok tani dengan anggota kelompok sebanyak 434 orang.
Setiap anggota kelompok sasaran program lumbung pangan itu diberi dukungan anggaran sebesar Rp1 juta, namun pengelolaannya secara berkelompok, dalam bimbingan anggota majelis taklim, dan menganut prinsip ekonomi syariah.
Ekonomi syariah mengandung pengertian suatu sistem dan aktivitas ekonomi yang didasarkan pada prinsip syariat Islam.
Rosiadi menyebut dukungan anggaran untuk Lombok Timur sebesar Rp695 juta, dan Sumbawa Barat sebesar Rp434 juta, sehingga totalnya mencapai Rp1,129 miliar.
Prosesnya sesuai standar yang ditetapkan dan cukup ketat. Di Lombok Timur peminatnya lebih dari 900 orang, namun hanya 695 yang dinyatakan layak dan memenuhi syarat sebagai sasaran program lumbung pangan bersaing itu.
Demikian pula di Kabupaten Sumbawa Barat yang berminat sebanyak 560 orang, namun hanya 434 orang yang dinyatakan layak.
"Tahun kedua di 2012, program ini dikembangkan di Kabupaten Lombok Barat, dan tahun berikutnya di kabupaten lainnya dalam wilayah NTB," ujarnya.
Diharapkan, program lumbung pangan berbasis majelis taklim dan syariah itu juga dikembangkan pemerintah kabupaten/kota agar nantinya program itu semakin merakyat dan diyakini akan dapat mengentaskan kemiskinan. (*)