Jakarta (ANTARA) - Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati memastikan, negara hadir dalam upaya perlindungan perempuan dari maraknya kasus aborsi yang terjadi akhir-akhir ini.
"Negara telah mengatur jelas dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia, termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan, maka tindakan aborsi dikecualikan," kata Ratna Susianawati dalam keterangan, Jakarta, Minggu.
Kemen PPPA menyoroti kasus aborsi yang terjadi terhadap perempuan asal Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan yang meninggal akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal yang dilakukan pada usia kandungan delapan bulan di sebuah kamar hotel.
Kepolisian telah menahan dua orang tersangka dalam kasus ini. "Kami turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel. Praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungan," kata Ratna Susianawati.
Ratna Susianawati mengatakan larangan perbuatan aborsi sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
"Aturan ini menggambarkan bahwa sejati-nya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," kata Ratna.
Baca juga: Kemen PPPA sesalkan kekerasan seksual yang dilakukan guru SD
Baca juga: Kemen PPPA apresiasi polisi tahan Kepsek SD kekerasan seksual
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Kedua, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan, disebutkan bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Berita Terkait
KemenPPPA apresiasi korban berani speak up pemerkosaan di NTB
Kamis, 5 Desember 2024 6:36
KDRT dialami ART masih terjadi di masyarakat
Senin, 19 Februari 2024 15:39
Kekerasan terhadap perempuan didominasi kasus KDRT
Sabtu, 6 Januari 2024 8:11
Kemen PPPA kutuk keras perdagangan orang
Senin, 21 Agustus 2023 5:36
Kemen PPPA minta K/L selaraskan program kerja
Rabu, 29 Maret 2023 20:26
Kampus perlu implementasikan Permendikbudristek PPKS
Kamis, 2 Maret 2023 6:37
Kemen PPPA kecam kekerasan seksual di Universitas Andalas
Rabu, 1 Maret 2023 21:30
KPPPA dorong perguruan tinggi implementasikan Permendikbudristek PPKS
Senin, 13 Februari 2023 22:20