Mataram (ANTARA) - Manajemen Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat membantah menimbun dan menjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar.
"Tidak ada, kami menimbun atau menjual BBM bersubsidi di pelabuhan," kata Pelaksana Tugas (Plt) General Manager PT ASDP Indonesia Ferry Pelabuhan Kayangan Lombok Timur, Achmad Faisal didampingi Kepala Dinas Perhubungan NTB Lalo Moh Faozal di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan selama ini pembelian solar bersubsidi untuk kapal penyeberangan lintas Pelabuhan Kayangan Lombok - Poto Tano Sumbawa dilakukan langsung di Depo Pertamina Ampenan, Kota Mataram oleh masing - masing operator kapal.
"Saat ini kami operasikan 27 kapal dengan 10 operator di Pelabuhan Kayangan. ASDP Indonesia Ferry sendiri memiliki dua kapal yang beroperasi," ujarnya.
Menurut dia, tudingan ASDP menjual maupun menimbun BBM bersubsidi di areal pelabuhan tidak mendasar. Sebab, selama ini BBM yang dibeli dari Depo Pertamina diantar langsung ke pelabuhan dengan truk tangki. Selanjutnya dari truk tangki di tampung di desk stok untuk kemudian BBM solar dialiri ke masing - masing kapal melalui pipa - pipa.
"Proses pipanisasi untuk menyalurkan BBM ke kapal karena ada regulasi yang melarang mobil tangki masuk ke kapal. Jadi nggak ada kita nimbun atau mau perjualbelikan," terangnya.
Faisal mengakui sudah membangun lima tangki untuk persiapan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Kapal (SPBBK) sejak 2019, namun karena ada moratorium sehingga lima tangki itu tidak bisa difungsikan sehingga untuk menyalurkan BBM ke kapal - kapal dilakukan dengan menggunakan pipa.
"Memang dalam pola penyaluran ke kapal - kapal ini masih ada menyisakan BBM. Tetapi sisa - sisa BBM itu digunakan untuk keperluan penyedotan. Karena kalau kosong sekali akan mempengaruhi proses penyedotan ke kapal - kapal, makanya ada di sisakan sedikit," ujar Faisal.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan NTB Lalu Moh Faozal mengatakan semua proses pembelian BBM jenis solar subsidi untuk kapal harus melalui rekomendasi dari BP Migas, sehingga tidak bisa dilakukan sembarangan karena melalui proses yang ketat.
"Yang beli kan operator kapal langsung ke Pertamina. Mereka menyewa transporter untuk mengangkut BBM sesuai kebutuhan kapasitas kapalnya. Setelah sampai BBM kemudian dialiri melalui pipa langsung ke kapal. Jadi mau menimbun-nya di mana, apalagi mau di jual," kata Faozal.
Ia menjelaskan proses pembelian BBM tersebut sudah melalui prosedur, seperti harus ada bukti invoice penjualan maupun pembelian, rekomendasi dari BP Migas dan dikontrol secara ketat, sehingga kalau pun ada kabar pembelian BBM tidak di Depo Pertamina Ampenan melainkan di salah satu SPBU di Lombok Tengah tidak benar.
"Nggak ada itu. Karena pembelian BBM untuk kapal - kapal ini juga sudah sesuai pesanan atau sesuai kuota yang dikeluarkan BP Migas," katanya.
Direktur Lombok Global Institute (Logis) Nusa Tenggara Barat M Fihiruddin mengaku akan melaporkan sejumlah pihak ke Mabes Polri terkait dugaan "mafia solar" terutama di Pelabuhan Kayangan Lombok Timur.
"Ini akan kami laporkan," ujarnya.
Ia menduga solar subsidi yang diduga diperuntukkan kapal-kapal penyeberangan itu dijual seharga solar industri.
"Hitung saja berapa selisih-nya, kalau harga solar subsidi sekarang Rp5.700 per liter sementara harga solar industri Rp14.000. Kami menduga oknum pihak ASDP melanggar aturan," terang Fihirudin.
Fihirudin menduga dugaan penyalahgunaan solar subsidi oleh oknum PT ASDP Indonesia sudah berlangsung sejak Desember 2022. Dalam prakteknya, diduga ASDP Kayangan membuat banker penampungan solar di area Kantor ASDP Kayangan di Lombok Timur.
Selanjutnya, sejumlah mobil tangki pengangkut solar subsidi yang diduga berasal dari salah satu pom bensin di Lombok Tengah memasok solar subsidi di banker tersebut.