Kecanduan judi "online" dapat menurun secara genetik

id Judi online,Judol,Judi daring,Pinjol,Kecanduan,Adiksi,Narkotika,BRIN,RSCM,FKUI,Kesehatan mental

Kecanduan judi "online" dapat menurun secara genetik

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Pol. Agus Rianto menunjukkan tampilan situs judi online saat rilis pengungkapan jaringan perjudian online dan tindak pidana pencucian uang di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (22/5/2023). Bareskrim Polri menemukan 360 situs judi online dan telah memblokir 460 rekening yang diduga milik bandar judi tersebut. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./Koz/Spt/15.

Jakarta (ANTARA) - Praktisi kesehatan masyarakat, Spesialis Kedokteran Jiwa Dr dr Kristiana Siste Kurniasanti mengatakan kecenderungan seseorang melakukan judi online dapat menurun kepada keturunan pelakunya secara genetik.

"Itu bisa menurun, dan memiliki kontribusi terhadap seseorang untuk melakukan hal yang sama daripada yang tidak memiliki faktor genetik," dalam siniar tentang judi online yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Tidak hanya judi secara online, Kristiana mengungkapkan penurunan sifat kecanduan judi kepada keturunan seseorang diakibatkan oleh berkurangnya hormon dopamin (senyawa kimia di dalam otak yang dapat meningkatkan suasana hati) secara internal.

Hal tersebut, sambungnya, dapat mempengaruhi keturunan secara genetik. Sehingga keturunan yang dihasilkan juga dapat memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang serupa seperti yang dilakukan orang tuanya.

"Orang yang kecanduan judi memiliki dopamin yang kurang secara internal, ini diturunkan juga (kepada keturunannya), sehingga keturunannya mencari dopamin eksternal lewat game dan judi," ujarnya yang juga Kepala Divisi Psikiatri Adiksi, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

Kristiana menjelaskan judi merupakan sebuah adiksi yang setingkat seperti orang yang kecanduan narkotika. Sehingga seseorang yang hobi berjudi hanya dapat memenuhi kekurangan dopaminnya dengan judi.

"Bisa saja makan cokelat untuk menambah dopamin, tapi orang yang terbiasa berjudi perlu makan se-gentong untuk sama seperti dopamin yang dihasilkan oleh orang yang bermain judi," tambahnya.

Selain faktor genetik, Kristiana menyebutkan judi online dapat dipicu oleh sejumlah kerentanan psikis seperti mudah depresi, mudah cemas, anti sosial, mudah bosan, melakukan sesuatu tanpa pikir panjang, serta memiliki emosi yang tidak stabil.

Untuk itu, dia mengimbau agar keluarga dan kerabat terdekat untuk mengawasi anggota keluarganya dari bahaya ketagihan judi online, serta memeriksakan anggota keluarganya kepada psikiater jika terdapat anggota keluarga yang hobi melakukan judi online.

Senada dengan hal tersebut, Kepala Pusat Riset (Kapusris) Kesehatan Masyarakat dan Gizi Organisasi Riset Kesehatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wahyu Pudji Nugraheni menyebutkan dukungan emosional menjadi aspek penting lain dalam proses pemulihan, terutama guna mengurangi stigma negatif bagi si penderita gangguan mental.


"Keluarga harus memberikan dukungan emosional, itu aspek terpenting dalam pemulihan. Itu mencakup bisa dengan bersabar, memberikan cinta kasih, dan menunjukkan kepedulian terhadap penderita," katanya (10/10).

Selain itu ia mengatakan untuk memulihkan kondisi mental yang diderita, keluarga juga perlu mengajak penderita untuk mau dirawat oleh pihak profesional. Hal ini menurutnya bertujuan agar pengobatan yang diberikan lebih terukur.

"Orang yang sakit mental itu tidak perlu dibawa ke dukun, tapi harus diobati medis, karena memang harusnya seperti itu diobati secara profesional, karena medis itu terukur," tutur Wahyu Pudji Nugraheni.