Mataram (Antara NTB) - Kementerian Kelautan dan Perikanan berupaya meningkatkan nilai tukar pembudidaya ikan (NTPI) di atas 100 persen dengan program Gerakan Pakan Ikan Mandiri.
"Kenapa pakan, karena pakan merupakan biaya yang paling tinggi dalam usaha perikanan budi daya," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, di Mataram, Selasa.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, bersama Direktur Produksi Usaha Budidaya KKP Balok Budiyanto, berada di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), dalam rangka menghadiri kegiatan rapat koordinasi validasi data statistik perikanan budi daya yang diikuti oleh 100 peserta dari jajaran KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan se-Indonesia dan para pelaku usaha di bidang perikanan budi daya.
KKP, kata Slamet, akan berjuang untuk mencapai target NTPI bisa mencapai 102 persen.
NTPI merupakan rasio antara pendapatan dan pengeluaran para pembubidaya ikan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), kata dia NTPI saat ini masih berada di bawah 100 persen. Artinya pendapatan pembudidaya masih relatif lebih rendah dibandingkan pengeluarannya.
Hal itu disebabkan margin di perikanan budi daya yang masih cukup rendah, sehingga salah satu yang harus diperjuangkan adalah menaikkan margin tersebut.
Melalui program Gerakan Pakan Ikan Mandiri, para pembudidaya diajak membuat pakan sendiri sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), mutu terjamin dan harga terjangkau. Dengan begitu, biaya produksi tertinggi dari usahanya bisa ditekan.
"Penggunaan pakan ke depan tidak hanya tergantung pada tepung ikan, tapi juga bahan baku ikan yang lain, seperti dedaunan, keong-keongan dan kacang-kacangan dan jenis lain yang bisa dipakai untuk pakan buatan," ujarnya.
Selain inefisiensi biaya produksi, kata dia, usaha perikanan budi daya juga dihadapkan pada kondisi nilai tukar, perekonomian dunia dan nasional yang menyebabkan biaya pembelian pakan, bibit dan obat-obatan naik, sedangkan harga jual hasil produksi tetap.
Faktor kondisi iklim juga ikut mempengaruhi usaha perikanan budi daya, terutama el nino yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi.
"Kita di perikanan budi daya tidak bisa berdiri sendiri, banyak faktor yang memperngarui capaian produksi, itu yang perlu kita atasi bersama," kata Slamet. (*)