Disperkim Mataram usulkan anggaran listrik-air bersih di "huntara"

id huntara nelayan Mataram,Huntara,Nelayan,Gelombang Pasang,NTB,Mataram,Nelayan Mataram,Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan

Disperkim Mataram usulkan anggaran listrik-air bersih di "huntara"

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram M Nazaruddin Fikri. (ANTARA/Nirkomala).

Mataram (ANTARA) - Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat mengusulkan anggaran sekitar Rp130 juta untuk menyiapkan fasilitas listrik dan air bersih di lokasi pembangunan hunian sementara (huntara) bagi nelayan Mapak Indah yang terdampak gelombang pasang.

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram M Nazaruddin Fikri di Mataram Jumat mengatakan, fasilitas listrik dan air bersih menjadi kebutuhan dasar agar nelayan bisa segera menempati "huntara".

"Kalau nelayan kita relokasi sekarang percumah, karena fasilitas listrik dan air bersih belum ada," katanya.

Terkait dengan itulah, pihaknya telah mengajukan anggaran sekitar Rp130 juta yang merupakan efisiensi tender pembangunan "huntara"sebesar Rp1,2 miliar untuk 24 unit "huntara".

"Setelah usulkan kita disetujui, maka jaringan listrik dan air bersih di areal huntara segera kita pasang. Kita masih punya waktu 22 hari sebelum akhir tahun untuk relokasi nelayan ke huntara," katanya.

Di samping itu, pihaknya saat ini sedang menyiapkan regulasi atau peraturan wali kota dan konsep surat pernyataan yang harus disepakati dan ditandatangani nelayan, yang salah satunya menyebutkan bahwa mereka tinggal di "huntara" hanya sementara bukan menjadi hak milik.

"Jangan sampai ada yang merasa dikasih hak milik sehingga bisa dipindahtangankan. Regulasi itu saat ini sedang kami godok bersama Bagian Hukum," katanya.

Nazaruddin menambahkan, jumlah KK yang terdampak gelombang pasang akhir tahun 2022 sebanyak 29 KK, namun dengan anggaran yang tersedia yakni Rp1,2 miliar sementara target pembangunan "huntara" sebanyak 29 unit berkurang menjadi 24 unit.

Kondisi itu terjadi karena biaya untuk pembangunan "huntara" dengan konstruksi permanen yang dibangun saat ini jauh lebih besar.

"Dengan anggaran yang terbatas, pada tahap pertama kita prioritaskan untuk 24 KK, sisanya lima KK kita usulkan tahun depan. Data KK yang terdampak sudah ada di kita," katanya.