Anak dengan hiperaktif perlu terapi perilaku untuk cegah perundungan

id bully,perundungan,ADHD, terapi anak

Anak dengan hiperaktif perlu terapi perilaku untuk cegah perundungan

Ilustrasi perundungan di sekolah (ANTARA/Pexels/Mikhail Nilov)

Jakarta (ANTARA) - Kelompok Staf Medis (KSM) Psikiatri RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) mengatakan anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD yang telah diobati harus diberikan terapi perilaku agar anak ADHD bisa mengontrol perilakunya seperti anak pada umumnya dan menghindari perundungan.

“Meskipun telah diobati,  mereka lebih baik tetap harus diberi terapi perilaku, agar anak ADHD yang sudah mampu mengontrol perilakunya bisa lebih berperilaku seperti pada anak umumnya,” ucap Tjhin dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Senin.

ADHD adalah gangguan pemusatan perhatian misalnya tidak bisa perhatian pada satu tugas tertentu atau tidak bisa ingat apa yang harus dikerjakan. Anak dengan gangguan ini juga bersikap hiperaktif impulsif di mana mereka tidak bisa duduk diam, atau sering jalan-jalan di kelas atau bawel, atau berperilaku suka mendorong.

Anak dengan ADHD bisa menjadi korban atau pelaku perundungan karena sifatnya yang hiperaktif dan tidak terkontrol. Seringkali juga menjadi “kambing hitam” korban perundungan karena dianggap lebih lemah dan memiliki perbedaan perilaku diantara teman sebayanya.

Jika sang anak sudah melakukan terapi, Ia mengatakan, orang tua perlu mengkomunikasikan kepada pihak sekolah atau guru bahwa sang anak sudah melakukan terapi dan bisa berperilaku seperti teman sebayanya. Pihak terapis juga kerap memberikan bekal kemampuan untuk meningkatkan keyakinan diri (self esteem) akan kemampuan mereka beradaptasi dengan lingkungan.

Dengan meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan, anak akan bisa lebih percaya diri saat diperlakukan secara tidak tepat.

“Jadi kalau ada orang memperlakukan mereka secara tidak tepat lagi mereka harus menunjukkan bahwa mereka sudah berubah, ujung-ujungnya kita membantu mereka siap buat dirinya sendiri dengan demikian mereka lebih percaya diri, lebih mampu,” ucapnya.

Doktor lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan jika lingkungan masih belum menerima atau melakukan hal yang sama kembali, orang tua perlu menghubungi sekolah atau pelaku perundungan, agar guru bisa membina anak tersebut dan membantu anak-anak lain bisa menerima anak dengan ADHD yang sudah diterapi apa adanya.

“Orang tua bisa menghubungi sekolah atau pembullynya agar gurunya bisa membina anak-anak tertentu yang mungkin masih menganggap anak-anak ini (ADHD) masih anak seperti sebelumnya, jadi kita yang membantu mengedukasi guru agar dia bisa menjadi perpanjangan tangan untuk bisa membantu anak-anak lain bisa menerima anak ini apa adanya,” ucapnya.