"Secara pribadi saya tidak setuju dengan lima hari sekolah atau `full day school` selama 8 jam sehari," kata perempuan yang akrab disapa Ganefi ini kepada wartawan di Mataram, Kamis (15/6).
Kalau berbicara lima hari sekolah, menurut dia, pemerintah juga harus memikirkan nasib para guru, terutama dari kalangan kaum perempuan.
Para guru tersebut juga memiliki hak untuk istirahat dan mengurus anggota keluarganya di rumah.
Para guru, lanjut Ganefi, juga tetap dituntut untuk memiliki waktu berpikir di rumah tentang strategi mengajar agar anak didiknya bisa menyerap pelajaran.
"Kalau para guru tetap dituntut `full day` selama delapan jam, kapan mereka melihat dan mengurus keluarga. Di satu sisi mereka harus terus berpikir bagaimana meningkatkan kompetensi," ujarnya.
Jika kebijakan lima hari sekolah benar-benar diterapkan, Ganefi juga khawatir akan berdampak terhadap psikologis anak-anak, terutama siswa sekolah dasar karena kelelahan berada di sekolah selama delapan jam.
Bahkan, bisa berpotensi menyebabkan anak-anak tidak mau bersekolah karena stres seharian berada di lingkungan sekolah.
"Pendidikan itu sebenarnya bagaimana membuat anak-anak senang untuk belajar. Jadi jangan dipaksakan dengan kurikulum yang dipaksakan, sedangkan anak-anak tidak mau belajar, bahkan menjadi malas belajar," ucapnya pula.
Menurut dia, pendidikan itu harus dimulai dengan cara mengajar yang bisa membuat anak-anak senang dengan pelajaran. Selain itu, bagaimana anak-anak nyaman ke sekolah, menikmati pelajaran dan bertemu dengan teman-temannya.
"Itu yang harus diperhatikan pemerintah. Kami di DPD juga sudah membahas persoalan sistem pendidikan nasional tersebut bersama perguruan tinggi di daerah, bahkan melakukan penelitian melibatkan akademisi," kata Ganefi. (*)
Para guru tersebut juga memiliki hak untuk istirahat dan mengurus anggota keluarganya di rumah.
Para guru, lanjut Ganefi, juga tetap dituntut untuk memiliki waktu berpikir di rumah tentang strategi mengajar agar anak didiknya bisa menyerap pelajaran.
"Kalau para guru tetap dituntut `full day` selama delapan jam, kapan mereka melihat dan mengurus keluarga. Di satu sisi mereka harus terus berpikir bagaimana meningkatkan kompetensi," ujarnya.
Jika kebijakan lima hari sekolah benar-benar diterapkan, Ganefi juga khawatir akan berdampak terhadap psikologis anak-anak, terutama siswa sekolah dasar karena kelelahan berada di sekolah selama delapan jam.
Bahkan, bisa berpotensi menyebabkan anak-anak tidak mau bersekolah karena stres seharian berada di lingkungan sekolah.
"Pendidikan itu sebenarnya bagaimana membuat anak-anak senang untuk belajar. Jadi jangan dipaksakan dengan kurikulum yang dipaksakan, sedangkan anak-anak tidak mau belajar, bahkan menjadi malas belajar," ucapnya pula.
Menurut dia, pendidikan itu harus dimulai dengan cara mengajar yang bisa membuat anak-anak senang dengan pelajaran. Selain itu, bagaimana anak-anak nyaman ke sekolah, menikmati pelajaran dan bertemu dengan teman-temannya.
"Itu yang harus diperhatikan pemerintah. Kami di DPD juga sudah membahas persoalan sistem pendidikan nasional tersebut bersama perguruan tinggi di daerah, bahkan melakukan penelitian melibatkan akademisi," kata Ganefi. (*)