Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor(Polres) Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat(NTB) mengungkapkan pertimbangan penghentian penanganan laporan kasus dugaan pelecehan seorang mahasiswi yang menjalani program praktik kerja lapangan (PKL) dari kampus ternama.
Kepala Satreskrim Polres Lombok Utara Iptu Ghufron Subeki melalui sambungan telepon dari Mataram, Jumat, menyampaikan pertimbangan pihaknya menghentikan penanganan kasus pelecehan tersebut melihat kurangnya kelengkapan alat bukti.
"Jadi, keterangan saksi dengan korban tidak ada yang sejalan. Kalau CCTV, memang ada di lokasi, tetapi yang mengarah langsung ke tempat kejadian, belum kami temukan, makanya penanganan laporan ini kami hentikan," kata Ghufron.
Kepala Seksi Humas Polres Lombok Utara Ipda Made Wiryawan turut menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa melanjutkan penanganan laporan ini berdasarkan hasil gelar perkara yang tidak menemukan kelengkapan alat bukti.
"Jadi, waktu kami lakukan gelar perkara, kami kekurangan syarat, seperti kurang alat bukti," ujarnya.
Usai adanya penghentian penanganan laporan, korban terungkap mengunggah beberapa kali status di media sosial pribadinya dengan kalimat yang menyudutkan terlapor berinisial AK atas dugaan pelecehan.
Karena unggahan tersebut, terlapor AK sebagai manajer hotel tempat korban menjalani PKL, melaporkan korban ke Polda NTB atas pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Jadi, klien kami ini sudah terlanjur sakit hati dengan unggahan-unggahan yang bersangkutan di media sosialnya itu, namanya sudah tercoreng dengan adanya tuduhan itu. Makanya klien kami ini memilih melapor ke Polda NTB," kata Lalu Anton Hariawan sebagai kuasa hukum AK.
Apabila masih belum terima alasan penghentian laporan di Polres Lombok Utara, alangkah baiknya mahasiswi tersebut kembali menempuh jalur hukum, bukan memainkan isu yang belum jelas kebenarannya di media sosial.
"Kalau memang ada alat bukti baru, silakan lapor kembali, biar jelas jadi terang benderang, kami tidak permasalahkan, mau itu di polres, polda, Mabes Polri, silakan, kami menjunjung tinggi proses hukum yang berjalan," ujarnya.
Namun, sebaliknya apabila laporan dugaan pelecehan itu kembali dinyatakan tidak terbukti, Anton mengingatkan agar mahasiswi tersebut menerima konsekuensi hukum atas unggahannya di media sosial.
"Kalau pada akhirnya tidak terbukti, yang bersangkutan harus siap menerima konsekuensi hukum atas laporan klien kami di Polda NTB," ucap dia.
Dari penanganan laporan AK, Polda NTB terungkap telah menetapkan korban kasus dugaan pelecehan seksual tersebut sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang ITE.
Atas adanya persoalan ini, korban yang menjadi tersangka kasus ITE di Polda NTB mendapatkan pendampingan hukum dari Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB.
Yan Mangandar, Ketua PBHM NTB memberikan klarifikasi terkait unggahan status media sosial dari mahasiswi PKL tersebut.
"Bahwa unggahan status itu tidak menyebut identitas siapapun dan lokasi di manapun. Unggahan itu juga sudah dihapus sepuluh hari kemudian," ujar Yan.
Berita Terkait
Bejat!! Pemuda di Lombok Utara hamili pacar di bawah umur
Jumat, 11 Oktober 2024 14:22
Ketua KPU Bali: Jajarannya dilarang 'aneh-aneh' buntut kasus Hasyim
Sabtu, 6 Juli 2024 4:57
Pegiat sosial minta Kajati NTB beri atensi kasus pelecehan 29 santriwati
Kamis, 7 Maret 2024 19:48
Polresta Mataram melimpahkan berkas perkara ayah bunuh putri kandung
Jumat, 10 November 2023 15:58
Unand menegaskan kasus pelecehan seksual pelajaran bagi mahasiswa
Kamis, 5 Oktober 2023 16:42
Polisi menetapkan tersangka asusila tiga anak modus ajak nonton YouTube
Senin, 25 September 2023 17:23
KPAD Bogor terima laporan 11 kasus kekerasan seksual anak
Kamis, 21 September 2023 20:48
Polresta tangani kasus rudapaksa satpam terhadap siswi SMP di Mataram
Senin, 4 September 2023 16:44