Mataram (ANTARA) - Mawardi mengamati melon-melon emas sebesar bola voli yang menggantung di kawasan agrowisata Petik Melon Kebon Ayu yang terletak di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Gunting melekat di tangannya memotong setiap dedaunan kering yang menghalangi pandangan. Rumah kaca perlahan menjadi sunyi saat jarum jam menunjuk angka 16.28 WITA.
Laki-laki berusia 34 tahun itu bercerita bahwa empat tahun lalu kawasan itu masih petakan sawah, lalu berubah perlahan menjadi tujuan wisata baru. Budi daya hidroponik muncul menambah warna bagi produk pertanian warga.
Melon emas atau golden melon adalah salah satu varietas melon populer dengan cita rasa yang lebih manis dan lembut, serta bentuk buah lebih besar ketimbang melon lain. Warna daging buah ada yang putih dan kuning.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi pertanian hortikultura buah melon secara umum di Nusa Tenggara Barat belum begitu besar dan masih fluktuatif. Jumlah produksi melon di daerah berjuluk Negeri Seribu Masjid itu sebanyak 2.668 ton pada tahun 2021, lalu sempat turun menjadi 1.689 ton pada tahun 2022, dan kembali meningkat ke angka 2.317 ton pada tahun 2023.
Budi daya melon tumbuh dan berkembang melalui tangan para petani lokal. Kondisi iklim yang kering dan struktur geografis perbukitan membuat tanaman melon tumbuh dengan baik di Nusa Tenggara Barat.
Pertanian modern
Sebanyak enam rumah kaca atau green house yang masing-masing berukuran 14x20 meter menjadi tempat budi daya melon emas di agrowisata di Kabupaten Lombok Barat itu.
Para petani melon emas yang tergabung dalam Kelompok Tani Milenial Pesona Alam menghabiskan dana hampir Rp500 juta untuk membangun rumah kaca tersebut yang diperoleh dari pinjaman lunak perbankan. Mereka menggunakan metode budi daya hidroponik tanpa media tanah sejak tahun 2020 sampai sekarang.
Budi daya melon hidroponik adalah hal baru di Desa Kebon Ayu. Apalagi penduduk di daerah itu mayoritas berprofesi sebagai petani konvensional yang mengolah tanah untuk menanam padi dan tembakau.
Mawardi yang menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Tani Milenial Pesona Alam mengungkapkan pihaknya sempat mengalami gagal panen selama 1,5 tahun, sebelum akhirnya berhasil seperti saat ini.
Mereka memakai teknik hidroponik deep film technique (DFT). Hidroponik DFT menggabungkan nutrient film technique (NFT), floating, dan wick ke dalam instalasi media tanam agar melon emas selalu mendapatkan nutrisi dari genangan air yang tertahan dalam talang.
Teknik DFT untuk mengantisipasi kendala terhadap pemadaman aliran listrik pada instalasi hidroponik, sebab di Lombok Barat listrik masih belum stabil. Pompa air hidroponik wajib menyala dari pagi sampai sore.
Setiap rumah kaca bisa menampung sebanyak 1.000 tanaman melon emas dengan usia pembibitan sampai panen hanya butuh waktu dua bulan. Jumlah produksi setiap satu rumah kaca sekitar 700 sampai 800 kilogram, namun terkadang bisa mencapai satu ton.
Para petani bisa memanen tiga kali melon emas setiap bulan dengan harga jual Rp25 ribu per kilogram.
Kelompok tani yang anggotanya berjumlah tujuh orang itu dapat meraup Rp45 juta setiap bulan dari budi daya melon emas. Biaya produksi untuk pupuk, bibit, dan air sekitar Rp21 juta.
Pertanian modern memberikan hasil yang maksimal karena bisa ditanam kapan saja, tanpa mengenal cuaca dan iklim. Selain itu, petani juga bisa lebih tenang terhadap ancaman hama dan penyakit tanaman.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat Muhammad Taufieq Hidayat mengungkapkan metode pertanian modern mampu memikat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Data Sensus Pertanian Tahun 2023 dari Badan Pusat Statistik menyebutkan ada 742.343 orang petani di Nusa Tenggara Barat. Jumlah petani milenial yang berusia 19 sampai 39 tahun tercatat sebanyak 225.483 orang atau setara 30,37 persen dari total petani di wilayah tersebut.
Pemerintah terus mendorong generasi muda untuk terjun langsung ke sektor pertanian dengan berbagai sosialisasi, pelatihan, dan bantuan mengingat masa depan ketahanan pangan dan produktivitas pertanian bergantung pada pundak para petani milenial.
Ikon desa wisata
Cahaya merah senja mulai terbentuk di ufuk barat yang menandakan langit sebentar lagi gelap. Sejumlah pengunjung tampak asyik memilah melon emas matang yang masih menempel pada batangnya di kawasan agrowisata itu.
Buah melon emas telah menjadi ikon bagi Desa Kebon Ayu selama empat tahun terakhir. Hasil panen selalu habis diborong para pengunjung yang datang dari berbagai wilayah di Pulau Lombok. Pengunjung bebas memilih dan memetik buah melon emas, dengan harga dihitung sesuai dengan seberapa banyak melon yang dipetik.
Sejak pembukaan Sirkut Mandalika di Desa Kuta, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada 12 November 2021, untuk penyenggaraan berbagai ajang balapan sepeda motor internasional, Lombok Barat menjadi salah satu penopang bagi pariwisata super prioritas tersebut.
Pemerintah pusat menekankan peningkatan aktivitas pariwisata dan ekonomi kreatif di Lombok Barat. Kapasitas sumber daya manusia terus ditingkatkan agar mampu menghadirkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
Penjabat Bupati Lombok Barat Ilham menuturkan daerahnya memiliki 68 desa wisata. Setiap desa wisata didorong dan difasilitasi untuk menonjolkan keunikan agar menjadi pembeda dengan desa wisata lain, seperti di Desa Kebon Ayu yang terkenal dengan melon emas dan kain tenun ikat.
Optimalisasi sektor pertanian yang dipadukan dengan pariwisata berpotensi mendongkrak perekonomian. Turis datang dan berbelanja, maka uang berputar yang tentu menjadi harapan besar penduduk lokal untuk menikmati ceruk ekonomi dari keberadaan desa wisata.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Berkah melon emas di Lombok Barat