Mataram (ANTARA) - Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menggelar pertunjukan wayang sasak sebagai upaya menjaga dan merawat tradisi budaya masyarakat di Pulau Lombok agar tetap lestari di tengah gempuran berbagai pertunjukan seni modern yang menjamur.
"Tradisi non benda ini (wayang sasak) harus terus dijaga dengan cara menampilkan kepada masyarakat, sehingga tidak hanya dipahami oleh generasi tua tetapi juga generasi muda," kata Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam di Mataram, Minggu.
Pada 21 September 2024, kegiatan bertajuk Museum Begawe itu menyuguhkan pertunjukan wayang sasak yang didalangi oleh Lalu Nasib AR. Dia adalah maestro wayang sasak yang berumur 83 tahun, namun masih aktif berkesenian dari kampung ke kampung bahkan hingga ke luar negeri.
Baca juga: Museum NTB ingin bertransformasi jadi BLUD
Pertunjukan dimulai pukul 21.00 WITA hingga tengah malam yang mengangkat cerita tentang pergantian pemimpin Raja Jayengrane kepada putra mahkotanya yang bernama Maryunani. Proses pergantian kepemimpinan dari generasi tua ke generasi muda itu muncul kesenjangan akibat pengaruh para punggawa, seperti selandir dan alam daur.
Konflik ayah dan anak itu akhirnya bisa didamaikan, sehingga tidak menjadi bencana yang sifatnya merugikan kedua belah pihak.
"Cerita itu sesuai dengan kondisi kita di mana presiden lama akan digantikan oleh presiden baru yang diharapkan terjadi kesinambungan. Masyarakat yang sudah harmoni jangan sampai berganti pemerintah lantas menjadi konflik," papar Nuralam.
Baca juga: Museum NTB gelar pameran temporer peninggalan kerajaan Mataram Islam
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa setiap cerita yang dipertunjukkan dalam pagelaran wayang sasak dapat menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat untuk mengarungi bahtera sosial.
Budaya menjadi modal untuk memaknai kondisi yang ada saat ini dan menjadi perekat kuat agar tidak terjadi konflik serta benturan antar masyarakat.
"Dalam lakon wayang sasak yang dipentaskan Lalu Nasib (pesan moral) itu menjadi sesuatu hal yang ditampilkan. Kita banyak belajar tentang peristiwa-peristiwa yang ada dalam segmen wayang sasak," ucap Nuralam.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB mencatat ada 53 dalang wayang sasak yang tersebar di Pulau Lombok dengan populasi terbanyak berada di Lombok Tengah dan Lombok Timur, tetapi dalang yang eksis ada juga yang berasal dari Lombok Barat dan Kota Mataram.
Masyarakat Suku Sasak juga memiliki lima dalang bocah yang diharapkan bisa meregenerasi para dalang sepuh yang kini masih aktif mementaskan wayang sasak di lapangan-lapangan terbuka.
Baca juga: Museum Negeri NTB ikuti pameran dunia Islam di Arab Saudi
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Lalu Abdurrahim mengatakan pemerintah daerah terus berupaya melestarikan wayang sasak agar tetap eksis dengan membina para dalang muda.
Cerita-cerita yang dibawakan oleh dalang tidak hanya membahas tentang kisah kerajaan masa lampau, tetapi harus relevan dengan kondisi saat ini yang banyak dialami oleh para generasi muda, seperti sampah, polusi udara, pentingnya pendidikan, ataupun dampak pernikahan dini.
"Pertunjukan wayang sasak bisa menjadi sarana komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat," pungkas Abdurrahim.
Pada 2013, wayang sasak mendapat pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Cerita wayang sasak mengambil cerita tentang kisah Amir Hamzah yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW.