Pemkot Mataram tidak naikkan UMK

id Pemkot Mataram,Kenaikan UMK

Pemkot Mataram tidak naikkan UMK

Pjs Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana menandatangi MoU dengan WINNER Project Manager Yayasan Plan Indonesia Herie Ferdian. Foto Humas Pemkot Mataram. (/)

Mataram (Antaranews NTB) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram H Didi Sumardi mengharapkan agar pemkot setempat objektif menyampaikan alasan tidak menaikan standar upah minimum kota (UMK) untuk tahun 2019.

"Apabila berbagai variabel menjadi indikator pengambil keputusan tidak dinaikkannya UMK disampaikan secara terbuka dan objektif, maka para pekerja akan memahamai hal itu," kata Ketua DPRD Kota Mataram H Didi Sumardi di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis.

Yang penting, katanya, alasannya jangan mengada-ada dan tim tidak melakukan satu telaah dengan dalil-dalil yang tidak kuat.

Hal itu disampaikan politikus Partai Golkar ini menanggapi rencana pemerintah kota yang tidak akan menaikan standar UMK tahun 2019, sehingga besaran UMK 2019 sama dengan UMK 2018 yakni Rp1.863.524.

Besaran UMK tahun 2018 itu, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur NTB Nomor 561-896, yang diterima Pemerintah Kota Mataram pada tanggal 28 November 2017.

Salah satu alasan pemerintah kota tidak dinaikkannya UMK tahun 2019, karena kondisi daerah masih dalam masa pemulihan pascabencana gempa bumi, yang berdampak pada berbagai sektor.

Didi mengatakan, alasan kebencanaan yang disampaikan pemerintah kota itu juga harus dianalisa seberapa lama faktor tersebut akan berpengaruh.

"Saya belum bisa ukur. Tapi kalau untuk hotel objektif kita akui begitu gempa sebagian besar tingkat hunian turun, bahkan ada yang nol," katanya.

Namun demikian, lanjutnya, kondisi itu perlu dikonfirmasi dan didalami secara akurat berdasarkan data faktual agar bisa memprediksi seberapa lama dampak gempa bumi yang terjadi.

"Dalam hal ini, kita tidak bisa main kira-kira sebab keputusannya harus diambil berdasarkan data-data akurat," katanya.

Di sisi lain, Didi juga mengingatkan agar para pihak otoritas pengambil kebijakan kenaikan UMK dapat mendengarkan masukan dari semua pihak, jangan melakukan pendekatan kekuasaan dengan mengabaikan masukan-masukan pihak lain.

Diharapkan, sebagai rasa empati terhadap keadaan ini, semua harus berkata jujur, bijaksana dan berdasarkan musyawarahkan agar tidak merugiakan berbagai pihak.

"Kami berkeyakinan selama kita jujur, terbuka, objektif, dan punya tujuan baik, semuanya bisa memahami kondisi ini," katanya.