Surabaya (ANTARA) - Ramadhan adalah bulan suci bagi umat Muslim, penuh dengan aktivitas spiritual seperti puasa, tarawih, tadarus, dan memperbanyak amal kebaikan. Namun, kebijakan meliburkan anak-anak sekolah selama Ramadhan seringkali menimbulkan dilema. Pertanyaan penting yang muncul adalah: bila anak-anak diliburkan, mereka akan belajar di mana, dan bagaimana kaitannya dengan konsep belajar sepanjang hayat serta keragaman agama di masyarakat?
Sebagai orang tua dan orang dewasa, kita juga menghadapi tantangan, betapa cepat dan derasnya informasi, di satu sisi banyak diantara kita sebagai orang tua punya keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya maupun ilmu pengetahuan, sehingga peran sekolah dan guru menjadi penting untuk mengurangi pengaruh teknologi dan derasnya informasi yang ada
Konsep Long Life Education: Belajar Sepanjang Hayat
Belajar adalah proses yang berlangsung dari lahir hingga liang lahat. Islam sendiri menempatkan menuntut ilmu sebagai kewajiban bagi setiap Muslim, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." Konsep ini sejatinya sejalan dengan filosofi pendidikan modern, yang menekankan bahwa pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas, tetapi dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.
Libur panjang selama Ramadhan tanpa program pembelajaran yang terarah dapat menjadi tantangan. Anak-anak cenderung menghabiskan waktu tanpa aktivitas yang bermakna, terutama di era digital di mana godaan teknologi seperti game dan media sosial sangat besar. Hal ini berpotensi mengurangi manfaat Ramadhan sebagai momentum pembelajaran spiritual dan intelektual.
Belajar sebagai Bagian dari Ibadah
Dalam Islam, belajar adalah bagian dari ibadah. Kegiatan belajar yang dilakukan dengan niat baik memiliki nilai spiritual yang tinggi. Karena itu, momen Ramadhan seharusnya tidak mengurangi semangat belajar, tetapi justru memperkuatnya. Pendidikan agama dapat diintegrasikan dengan pendidikan umum untuk membangun karakter anak-anak yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak mulia.
Bagi anak-anak non-Muslim, libur panjang selama Ramadhan juga perlu dipertimbangkan. Mereka mungkin kehilangan momentum pembelajaran, mengingat Ramadhan adalah bulan yang hanya dirayakan oleh umat Muslim. Oleh karena itu, pendekatan yang inklusif diperlukan untuk memastikan semua anak, tanpa memandang latar belakang agama, tetap mendapatkan hak belajar mereka.
Solusi: Belajar di Mana dan Bagaimana?
1. Madrasah Ramadhan atau Sekolah Kegiatan Khusus
Selama Ramadhan, sekolah dapat mengadakan program khusus seperti Madrasah Ramadhan. Program ini dapat mencakup pembelajaran berbasis proyek, literasi Al-Qur'an, pengembangan keterampilan hidup, dan diskusi lintas agama untuk membangun toleransi.
2. Kolaborasi dengan Masjid dan Komunitas
Masjid dapat menjadi pusat pembelajaran selama Ramadhan. Anak-anak dapat belajar tentang nilai-nilai keagamaan, sejarah Islam, serta keterampilan sosial melalui kegiatan seperti gotong royong, berbagi takjil, dan mengelola program sedekah.
3. Pendidikan Inklusif
Bagi anak-anak non-Muslim, sekolah dapat menyediakan pilihan belajar mandiri dengan dukungan materi daring atau program ekstrakurikuler. Pendekatan ini memastikan semua anak tetap aktif belajar sesuai kebutuhan dan keyakinan mereka.
Menanamkan Nilai-Nilai Multikulturalisme
Libur Ramadhan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan. Bukan berarti anak anak harus meninggalkan sekolah atau proses belajar yang seharusnya. Sekolah bisa menyusun agenda pembelajaran pada saat Ramadhan, Anak-anak dari berbagai latar belakang agama dapat diajak untuk berbagi pengalaman, seperti mengikuti buka puasa bersama atau diskusi lintas agama tentang pentingnya toleransi.
Penutup
Belajar adalah kewajiban yang tidak boleh terhenti, bahkan selama bulan Ramadhan. Libur sekolah bukan berarti libur belajar. Justru, Ramadhan harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk mengintegrasikan nilai-nilai ibadah dengan pembelajaran, baik bagi anak-anak Muslim maupun non-Muslim.
Dengan pendekatan yang inklusif, Ramadhan dapat menjadi bulan yang mendidik, memberdayakan, dan mempererat persaudaraan lintas agama.
Negara harus hadir dalam mengatur agenda itu, negara perlu memberikan semacam panduan, bagaimana menjalankan proses belajar di bulan Ramadhan yang inklusif, sehingga semua anak yang ada terlayani tanpa memandang latar belakang mereka, karena bagi mereka layanan pendidikan yang baik dan bermutu adalah hak.
Mari kita jadikan Ramadhan sebagai bulan pembelajaran sepanjang hayat, untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus mempersiapkan generasi yang cerdas, tangguh, dan berkarakter.
Surabaya, 3 Januari 2025
*) Penulis adalah Kolomnis, Akademisi, Ketua DPP Koalisi Pegiat Pendidikan Ramah Anak Indonesia dan Wakil Ketua ICMI Jatim