Mataram (ANTARA) - Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat menyepakati perubahan peraturan daerah penyertaan modal terhadap dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jamkrida NTB Syariah dan BPR NTB.
Ketua Komisi III Bidang Keuangan dan Perbankan DPRD NTB Sambirang Ahmadi mengatakan, secara prinsip dan subtansi bahwa perubahan peraturan daerah penyertaan modal Jamkrida NTB Syariah dan BPR NTB sudah bagus dan sudah mendapat persetujuan seluruh anggota Komisi III DPRD NTB.
"Setelah ini, kami akan melakukan konsultasi di kementerian terkait terhadap norma yang perlu diharmonisasikan. Setelah itu baru ditetapkan pada sidang paripurna, kapan itu bisa saja di Januari ini," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, untuk skema yang dipakai dalam penyertaan dua BUMD tersebut adalah dalam bentuk tanah atau bangunan. Tidak dalam bentuk penyertaan modal uang.
"Penyertaan modal itu ada dua, satu dalam bentuk penyertaan uang, dan kedua penyertaan modal dalam bentuk aset (imbreng). Penyertaan ini melalui Perda tersendiri dan setiap penyertaan modal berupa aset/bangunan harus ditentukan. Kalau uang cukup dengan Perda APBD. Tapi karena kita (daerah) tidak memiliki kemampuan uang maka kita melalui penyertaan aset," kata Sambirang.
Baca juga: Legislator apresiasi penyertaan modal dua BUMD di NTB
Anggota DPRD dari Dapil V Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat ini, menyebutkan total nilai penyertaan modal aset yang diberikan ke Jamkrida NTB Syariah sebesar Rp17 miliar, sehingga dengan penambahan modal aset tersebut maka kecukupan modal Jamkrida NTB Syariah kini bertambah menjadi Rp44 miliar. Jumlah ini lebih besar dari posisi modal sebelumnya yang hanya mencapai Rp27 miliar. Hal yang sama juga pada penyertaan modal BPR NTB dari sebelumnya Rp78 miliar modalnya, kini telah meningkat menjadi Rp103 miliar.à
"Penyertaan untuk Jamkrida NTB Syariah sebesar Rp17 miliar diserahkan oleh provinsi. Belum dari 10 kabupaten/kota. Artinya kalau masuk kabupaten/kota maka kecukupan modalnya busa di atas Rp50 miliar sesuai ketentuan yang sudah di persyaratan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ucapnya.
Menurut Sambirang, sesuai dengan ketentuan OJK, penyertaan modal Jamkrida ini diberikan batas waktu sampai dengan 11 Januari 2025. Namun, hal itu bisa saja di undur tergantung ada kelonggaran yang diberikan oleh OJK.
"Memang untuk memenuhi modal Jamkrida ini kita diberikan sampai batas waktu 11 Januari. Tapi kita bisa saja meminta relaksasi waktu pada OJK. Mudah-mudahan itu bisa dimaklumi dan diberikan," katanya.
Baca juga: DPRD NTB percepat perda penyertaan modal PT Jamrida Syariah
Ditanya apakah ada target yang diberikan DPRD terhadap manajemen Jamkrida NTB Syariah dan BPR NTB setelah mendapatkan suntikan modal. Sambirang menegaskan bahwa ada target yang diberikan, salah satunya melalui peningkatan dividen kepada daerah.
"Pasti ada target yang kita berikan. Kalau misalnya dulu Jamkrida memberikan dividen Rp1,5 miliar, maka dengan penambahan modal itu bisa bertambah atau lebih dari itu. Begitu juga dengan BPR NTB. Tidak hanya itu, kita juga meminta Bank NTB Syariah untuk berkolaborasi dengan Jamkrida, sehingga posisinya semakin kuat," ujar Sambirang.
Namun demikian, bila target-target tersebut tidak tercapai, akan-kah berpengaruh terhadap pergantian jajaran direksi? Sambirang mengatakan, kalau sudah waktunya diganti pasti akan diganti.
OJK telah memberikan SP2 ke PT Jamkrida NTB Syariah untuk segera memenuhi ketentuan minimal modal sebesar Rp50 miliar. Jika SP 2 ini diabaikan, PT Jamkrida terancam dilikuidasi seperti yang terjadi pada PT Jamkrida Bangka Belitung.