KPK mengingatkan jajaran pejabat OKU tolak segala bentuk gratifikasi

id KPK,Korupsi,OTT OKU,Operasi tangkap tangan

KPK mengingatkan jajaran pejabat OKU tolak segala bentuk gratifikasi

Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. ANTARA/Fianda Sjofjan

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kembali kepada jajaran pejabat penyelenggara negara dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, untuk menolak segala bentuk gratifikasi.

Hal itu disampaikan anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) di Ogan Komering Ulu (OKU) dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa, yang penyerahan fee atau jatah proyeknya menjelang Lebaran.

"Hal ini menjadi ironis, pada saat sehari sebelumnya KPK menerbitkan surat edaran tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya," kata Budi di Jakarta, Senin,

Dalam edaran tersebut, KPK telah mengingatkan kepada penyelenggara negara, ASN, pelaku usaha, asosiasi, dan masyarakat lainnya untuk tidak menerima dan/atau memberikan gratifikasi karena dapat berimplikasi pada benturan kepentingan, pelanggaran terhadap peraturan dan kode etik, serta potensi terjadinya tindak pidana korupsi.

Pada kerangka pencegahan korupsi, hal tersebut juga terkonfirmasi dari skor Survei Penilaian Integritas (SPI) Kabupaten OKU yang masih dalam kategori rentan atau merah. Bahkan, pada tahun 2024 meraih skor 63,11.

Pada komponen internal, kata dia, pengelolaan SDM dan pengadaan barang dan jasa (PBJ) menjadi dua aspek yang mendapat skor terendah. Pengelolaan SDM mendapat skor 61,25, sedangkan pengadaan barang dan jasa (PBJ) meraih skor 68,07.

Pada komponen eksternal, aspek pencegahan korupsi juga menjadi yang terendah dengan skor 76,99. Demikian pula pada komponen eksper yang memberikan skor 66,54, yang diperoleh dari penilaian kelompok pemantau yang mewakili publik, serta kelompok pengamatan melekat.

Selain itu, KPK juga secara intens melakukan pendampingan perbaikan tata kelola pemerintahan daerah pada Kabupaten OKU melalui instrumen monitoring centre for prevention (MCP).

KPK mencatat skor MCP OKU pada tahun 2024 adalah 82. Dari delapan focus area, dua terendah adalah pengelolaan barang milik daerah (BMD) dengan skor 65, dan penganggaran dengan skor 69 yang masuk dalam kategori merah.

Peristiwa tangkap tangan di OKU juga terkonfirmasi dari skor MCP ini. Jika melihat lebih detail, dalam focus area penganggaran, indikator terendahnya pada penetapan APBD dengan skor 9, yang diukur dengan skala 1—100.

Temuan KPK dalam tangkap tangan ini, modus gratifikasi atau suapnya telah dirancang sejak awal pembahasan RAPBD. Dengan skor MCP 82 ini, menempatkan OKU pada peringkat 10 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam rangka penyebaran nilai-nilai antikorupsi berbasis pada pemberdayaan masyarakat, KPK juga menginisiasi program Desa Antikorupsi, salah satunya di Desa Muara Gula Baru, yang berlokasi di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Baca juga: Anggota DPRD dan pejabat PUPR Ogan Komering Ulu Sumsel terjaring OTT KPK

Selanjutnya, program Desa Antikorupsi yang mengusung prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, serta pelibatan masyarakat desa dalam pengelolaan dana maupun pembangunan desa ini agar dapat diduplikasi di wilayah/desa lainnya. Dengan demikian, budaya antikorupsi dapat meluas dan terimplementasi ke berbagai ekosistem masyarakat.

Baca juga: Terdakwa korupsi Shelter Tsunami siap polisikan Direktur PT BKM

KPK berharap OKU dapat secara serius menindaklanjuti identifikasi kerawanan korupsi melalui SPI dan MCP tersebut agar upaya pencegahan korupsi dapat terimplementasi secara efektif dan tepat sasaran. Selain dapat memitigasi risiko, dapat pula mencegah tindak pidana korupsi kembali terjadi.

KPK juga mengajak masyarakat sebagai pengguna layanan publik untuk ikut memantau dan mengawasi jalannya pemerintahan dan kualitas pembangunan daerah. Masyarakat dapat menyampaikan laporan pengaduan kepada KPK jika masih menemukan adanya dugaan-dugaan praktik korupsi.