Denpasar (ANTARA) - Belasan relawan sibuk bergelut dengan sampah plastik penuh pasir dan lumpur kering, setelah dikumpulkan dari pesisir pantai dan sungai, ruang terbuka hijau hingga pegunungan.
Bertempat di salah satu gudang sortir sampah plastik yang dikelola organisasi lingkungan nonprofit Sungai Watch di Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, para relawan membersihkan puluhan ton sampah plastik tiap harinya.
Dengan cekatan mereka memilah sampah plastik, sebelum dibersihkan dari kotoran yang menempel.
Sampah plastik itu kemudian dikelompokkan berdasarkan jenisnya, seperti botol plastik, kantong, kemasan hingga bahan plastik lainnya.
Bagi sebagian besar orang, plastik-plastik itu hanyalah barang buangan yang tidak bernilai.
Hal itu tidak demikian dengan relawan komunitas yang melihat sisi lain dari upaya penting menyelamatkan lingkungan dari sampah plastik, yakni mendulang rupiah.
Meski begitu, tugas mereka yang kerap tidak tersorot publik itu tampaknya masih panjang karena tumpukan sampah plastik masih menggunung di gudang itu, menunggu giliran untuk dipilah.

Zero waste
Manager Lapangan Sungai Watch I Made Dwi Bagiasa menjelaskan dalam satu bulan organisasinya mengumpulkan rata-rata hampir 40 ton sampah plastik yang ditempatkan di lima titik gudang pemilahan di Bali.
Di stasiun Ketewel, Gianyar, misalnya, rata-rata mencapai sekitar empat ton per bulan, kemudian stasiun Kapal di Kabupaten Badung mencapai tujuh ton, Beraban di Kabupaten Tabanan sekitar enam ton, Pemogan di Kota Denpasar sekitar 11 ton dan di Bakti Seraga, Kabupaten Buleleng sekitar 8,5 ton.
Selain itu, ada juga gudang sortir sampah plastik yang baru didirikan pada 2024 di Sidoarjo dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Sampah plastik itu dipungut dan diangkut dari hulu, yakni sejumlah sungai di Tanah Air, termasuk di Bali, karena organisasi itu telah memasang jaring penghalau sampah plastik.
Tujuannya, agar plastik itu tidak mencemari perairan yang hanyut hingga bermuara di laut.
Setidaknya ada sekitar 368 penyaring sampah plastik yang ditempatkan di sejumlah sungai di beberapa titik di Indonesia, sehingga polusi plastik tidak mengalir hingga bermuara ke laut.
Kemudian di kawasan hilir, yakni pesisir pantai di Kabupaten Badung, di antaranya Pantai Kedonganan Jimbaran dan Pantai Kuta yang nyaris setiap tahun terdampak sampah plastik akibat pengaruh cuaca buruk atau dikenal angin barat.
Tidak hanya di perairan, bersama para relawan pihaknya juga mengambil sampah plastik di kaki Gunung Agung sebagai dampak aktivitas manusia yang melakukan pendakian di gunung api tertinggi di Bali itu.
Total sejak berdiri pada 2020, organisasi itu sudah mengumpulkan lebih dari 3,2 juta kilogram sampah plastik atau sekitar 3.200 ton dari perairan di Indonesia.
Sementara itu, menurut Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) setiap tahun diperkirakan 19-23 juta ton sampah plastik bocor hingga ke ekosistem perairan dunia, mencemari danau, sungai dan laut, sehingga menjadi masalah global bersama.
Ekonomi sirkular
Sampah plastik berupa tutup botol, botol plastik, dan sampah kemasan masih menjadi incaran pemulung, namun sampah kantong plastik atau kresek sama sekali tidak dilirik oleh mereka.
Organisasi itu mencatat sekitar 36 persen dari 3,2 juta kilogram lebih sampah plastik yang telah dikumpulkan tersebut, di antaranya berupa kantong plastik.
Bisa dibayangkan jika sampah plastik itu mencemari tanah di daratan yang membutuhkan waktu ratusan tahun agar terurai, kemudian menjadi polusi di lautan, merusak ekosistem di dalamnya, sehingga berdampak juga kepada kehidupan manusia.
Di sini lah peran penting komunitas itu melalui cabangnya, yakni Sungai Design yang memproduksi sampah kantong plastik dari relawan itu menjadi produk furnitur bernilai tinggi di Desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.
Untuk satu produksi kursi dan bangku membutuhkan sekitar 25-30 kilogram sampah plastik. Pastinya itu memberi pengaruh yang besar bagi lingkungan hidup jika sampah plastik secara berkelanjutan bertransformasi menjadi barang bernilai.
Kantong plastik yang sudah dibersihkan, kemudian dicacah menjadi butiran-butiran kecil, lalu dipanaskan dengan suhu tinggi dan dipadatkan.
Memanfaatkan teknologi mesin presisi tinggi yang dikendalikan komputer (CNC), padatan keras itu kemudian dipahat menjadi beberapa bagian panel berbagai bentuk yang akan dirakit menjadi mebel.
Mebel berupa kursi, meja, hingga tempat tisu tersebut berbahan 100 persen kantong plastik yang tidak biasa.
Disebut bukan plastik biasa karena selain berdesain unik dengan sentuhan modern, furnitur itu menyimpan sejuta cerita dan makna; dari sampah menjadi benda bernilai ekonomi.
Harga furnitur dari sampah plastik itu dijual bervariasi. Untuk kursi, misalnya, dibanderol jutaan rupiah yang setiap pundi-pundi hasil penjualan itu digunakan untuk mendukung upaya penanganan sampah plastik.
Tidak hanya diminati konsumen, mulai dari perhotelan di Bali, tapi mebel dari sampah plastik itu sudah melanglang buana, menjangkau pelanggan di Dubai, Uni Emirat Arab, hingga New York, Amerika Serikat.
Timbulan sampah
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menilai butuh lebih banyak peran komunitas dan masyarakat yang ikut berperan dalam menanggulangi sampah plastik dari hulu.
Pemasangan jaring sampah di sungai, hingga menggalakkan penggunaan kembali, pengurangan, dan daur ulang sampah plastik hingga memberi nilai ekonomi (3R) menjadi contoh baik upaya penanganan sampah, utamanya plastik.
Pasalnya, apabila sampah plastik mencemari kawasan hilir atau lautan, maka membutuhkan sumber daya lebih besar dan biaya yang lebih mahal. Pengelolaan sampah dari hulu juga dilakukan agar tidak semua sampah menggunung di tempat pemprosesan akhir (TPA) atau di tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST).
Berdasarkan data Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2023 jumlah timbulan sampah di Indonesia mencapai 43,3 juta ton dan timbulan harian mencapai 118.770 ton
Untuk di Bali, sistem itu mencatat jumlah timbulan sampah mencapai 1,23 juta ton pada 2023 dan sebanyak 3.367 ton adalah timbulan sampah per hari. Komposisinya, sebesar 44,6 persen berupa kayu dan ranting, kemudian sisa makanan sebanyak 24,6 persen dan sampah plastik sebesar 13,7 persen. Kawasan Bali Selatan menjadi penyumbang terbesar sampah pada 2023, yakni di Kota Denpasar mencapai 358 ribu ton atau secara harian jumlah timbulan sampah mencapai 980 ton.
Kemudian, Kabupaten Badung sebanyak 194.222 ton per tahun (534 ton harian) dan Kabupaten Gianyar sebanyak 196.698 ton (538 ton harian).
Kebijakan pemerintah
Kementerian Lingkungan Hidup secara bertahap menutup sekitar 343 TPA di Tanah Air yang masih menerapkan sistem pembuangan sampah pada lahan terbuka karena berbahaya bagi lingkungan. Salah satu TPA yang menerapkan sistem itu adalah TPA Suwung di Denpasar, Bali.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali mencatat rata-rata volume sampah di TPA Suwung per hari mencapai sekitar 1.100-1.200 ton, di antaranya berasal dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Saat ini TPA seluas 32,46 hektare itu memiliki ketinggian sampah mencapai sekitar 35 meter di atas permukaan laut.
Persoalan sampah sejatinya tidak bisa dilepaskan sepenuhnya kepada masyarakat. Untuk itu, kebijakan lain yang bisa dieksekusi pemerintah adalah menerbitkan "paksaan" kepada produsen untuk membayar ganti rugi.
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, produsen kemasan bertanggung jawab mengelola produksi sampah kemasan yang ditimbulkan.
Sesuai UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka polluter (produsen) wajib membayar polusi yang ditimbulkannya dan melaksanakan upaya pemulihan.
Apabila cara tersebut tidak mulus, pemerintah dapat menempuh proses pengadilan dengan sanksi tambahan berupa ancaman pidana. Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 tahun 2018 tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai.
Sejumlah pelaku usaha, termasuk pasar swalayan pun, mengikuti larangan tersebut yang saat ini mayoritas sudah menggunakan tas belanja berbahan kain.
Terbaru, Pemprov Bali menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang mengatur, di antaranya tidak menggunakan plastik sekali pakai dan melarang lembaga usaha memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai, dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Bali.
Baca juga: Pelindo peringati Hari Bumi dengan bersih-bersih kolam di Pelabuhan Bima
Meskipun dari tataran kebijakan telah diatur, namun masih perlu usaha out of the box, upaya kreatif, ketegasan, diiringi pengawasan yang konsisten dan didukung kesadaran semua pihak untuk mengatasi persoalan sampah plastik.
Edukasi sejak dini kepada masyarakat, khususnya anak muda, terkait perilaku mengelola sampah adalah penting untuk digencarkan, mulai dari lingkungan keluarga dan sekolah.
Baca juga: Kementerian LH bidik 306 TPA sampah Indonesia ditutup
Selain itu, perlu diberikan stimulasi berupa insentif kepada pelaku kreatif dan komunitas yang mencurahkan perhatiannya mengatasi sampah plastik. Tentunya itu memerlukan upaya bersama demi kehidupan dan lingkungan yang sebisa mungkin nol dari gempuran pencemaran sampah plastik.