HIpmi mendukung BMAD persaingan sehat dengan produk impor

id HIPMI,Produk impor,Tekstil,BMAD

HIpmi mendukung BMAD persaingan sehat dengan produk impor

Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi saat pelantikan pengurus baru HIPMI Jateng periode 2025-2028 di Gedung Gradhika Bhakti Praja Semarang, Rabu (18/6/2025). (ANTARA/HO-Pemprov Jateng)

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira mendukung penerapan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) guna membangun persaingan yang sehat antara produk dalam negeri dan impor.

Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, Ia mengatakan produk tekstil impor asal China dan Vietnam saat ini dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan tekstil yang diproduksi di dalam negeri.

“Persaingan tidak seimbang ini sangat merugikan industri dalam negeri, terutama segmen hulu yang padat modal dan padat karya,” ujar Anggawira.

Anggawira mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap kondisi industri hulu seperti produsen benang dan kain greige yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami tekanan akibat lonjakan impor produk murah dari negara-negara seperti China dan Vietnam.

Produk-produk tersebut, kata dia, kerap dijual dengan harga dumping, di bawah biaya produksi.

Menurut Anggawira, tidak diterapkannya kenaikan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) membuat pasar domestik berisiko dibanjiri produk impor murah, yang pada akhirnya dapat mematikan industri hulu tekstil nasional.

Baca juga: Hipmi cautions against negative mining narrative, urges prudence

Padahal, industri hulu ini memainkan peran sentral sebagai pemasok bahan baku utama bagi sektor hilir, sehingga tekanan terhadap sektor ini dapat mengakibatkan penurunan tingkat utilisasi mesin pabrik, PHK massal, hingga fenomena deindustrialisasi.

“Kalau hulu tekstil mati, hilir akan mandek. Jika pabrik-pabrik hulu tutup, ribuan pekerja akan kehilangan mata pencaharian,” katanya.

Baca juga: Sebanyak 204 Pengurus HIPMI NTB dilantik

Ia menekankan bahwa dampak kebijakan tarif BMAD tidak hanya bersifat ekonomi semata, tetapi juga strategis, karena berpengaruh terhadap ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor.

Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) juga telah mengusulkan kenaikan tarif minimal 20 persen dengan mempertimbangkan keseimbangan sektor hulu-hilir.

Pihaknya meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan BMAD dengan mengedepankan prinsip industrial equilibrium.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.