Mataram (ANTARA) - Pemilik lahan seluas 3.700 meter persegi yang kini berdiri bangunan Gedung Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Gedung Wanita di Kota Mataram menyatakan siap menghadapi gugatan baru dari Pemerintah Provinsi NTB.
"Kami siap hadapi, silakan saja lapor," kata kuasa hukum pemilik lahan, I Made Suartha, di Mataram, Kamis.
Menurut dia, siapa pun memiliki hak untuk mengajukan laporan atas suatu persoalan hukum. Namun, dia menegaskan kembali bahwa lahan yang berlokasi di Jalan Udayana, Kota Mataram, depan Kantor DPRD NTB itu sudah terbukti menjadi hak kliennya, Ida Made Singarsana sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram Nomor: 429/Pid.B/2024/PN Mtr.
"Indonesia 'kan negara hukum. Jadi, siapa pun bisa melapor, silakan. Kami tidak mempersalahkan," ujar dia.
Baca juga: Pemprov NTB kalah terkait lahan Bawaslu jadi alarm kelola aset
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudy Gunawan menjelaskan bahwa rencana pengajuan gugatan baru ini masih menjadi bagian dari upaya menyelamatkan aset pemerintah daerah, menyusul putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi jaksa penuntut umum dan membebaskan terdakwa I Made Singarsana dalam kasus penggunaan surat palsu atas kepemilikan lahan tersebut.
Rudy lantas menegaskan bahwa Pemrov NTB kini sedang menyiapkan dokumen kebutuhan dari rencana gugatan baru dengan melibatkan kejaksaan, kepolisian, hingga pihak akademisi.
"Intinya, tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Semoga dalam waktu dekat bisa kami ajukan gugatan barunya," ucap Lalu Rudy.
Alasan pemerintah tetap bersikeras mengajukan gugatan baru ini perihal kesaksian dari ahli bahasa yang menyebut ada dua jenis ejaan yang digunakan dalam surat.
Menurut Lalu Rudy, hal itu tidak mungkin ada dalam satu surat.
"Pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah Ejaan Suwandi. Akan tetapi, nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut, padahal ejaan EYD belum berlaku," ujarnya.
Baca juga: Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa terkait perkara lahan Bawaslu NTB
Pada saat penyidikan berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri membuat pernyataan di hadapan notaris bahwa benar lahan itu bukan miliknya.
Menurut dia, hal itu sah dan dapat menjadi dasar hukum Pemprov NTB mengajukan gugatan baru secara perdata atas kepemilikan lahan tersebut.
Dokumen yang menjadi objek perkara yang menyeret I Made Sinagrsana sebagai terdakwa ini adalah surat pinjam pakai atas nama Ida Made Meregeg dengan Bupati Lombok Barat atas nama Lalu Angrat, B.A. pada tahun 1964.
Ada tanda pendaftaran sementara tanah milik Indonesia (pipil) atas nama Ida Made Meregeg Nomor: 97 Subak Monjok, Persil 118 seluas 3.700 meter persegi pada tahun 1957.
Selanjutnya kuitansi tanda terima uang sebesar Rp750 ribu dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lombok Barat kepada I Made Meregeg pada tanggal 25 Juli 1964.
I Made Singarsana dalam perkara ini merupakan anak kandung sekaligus ahli waris dari I Made Meregeg.