Mataram (ANTARA) - Anggota Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Nusa Tenggara Barat, Suhaimi menilai kekalahan yang dialami pemerintah provinsi dalam kasus sengketa lahan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita menjadi alarm keras dalam hal pengelolaan aset publik.
Suhaimi menegaskan tidak sepatutnya Pemprov NTB kalah oleh pihak lain manakala semua dokumen kepemilikan aset daerah itu lengkap. Terlebih, sengketa Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram itu telah berlangsung lama.
"Kekalahan itu, menguatkan dugaan saya bahwa ada masalah teknis dan dokumen yang dimiliki Pemprov pada dua objek yang disengketakan, sehingga kalah di pengadilan," tegas Suhaimi pada wartawan di Mataram, Selasa.
Menurutnya, pengecekan terhadap semua dokumen aset daerah yang dimiliki Pemprov, mendesak dilakukan. Hal ini, sebagai bentuk mitigasi pada aset daerah, agar tidak ada persoalan di kemudian hari.
"Langkah klarifikasi hingga pengecekan pelan-pelan pada aset daerah mendesak dilakukan. Tentu, disini, kita akan panggil Kepala Biro Hukum untuk melakukan klarifikasi terkait posisi aset daerah itu," kata Suhaimi.
Ia tidak sependapat dengan pernyataan Kepala Biro Hukum yang menyebut adanya mafia tanah yang telah mempermainkan putusan Mahkamah Agung (MA) atas kekalahan Pemprov NTB itu.
Baca juga: Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa terkait perkara lahan Bawaslu NTB
Sebab, hal itu diakui Suhaimi, justru memperuncing dan terkesan menuduh secara sepihak. Untuk itu, lanjut Suhaimi, pihaknya meminta pada Karo Hukum, Lalu Rudy Gunawan agar berhati-hati dalam menyampaikan pernyataannya di publik.
"Janganlah suka bela diri tanpa data-data, itu enggak baik. Kalau menuduh itu, bisa menyinggung lembaga lain. Di antaranya, BPN dan pengadilan," ujar Suhaimi.
"Tolong sebagai pejabat publik, hati-hati berstatmen ke publik," sambung anggota DPRD NTB Dapil Kabupaten Lombok Tengah ini.
Diketahui, Pemprov melalui Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB akhirnya kalah di tingkat kasasi.
Padahal, sebelumnya Pemprov NTB resmi melakukan upaya hukum luar biasa atau peninjauan kembali (PK) terkait sengketa aset Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita. Dalam kasasi ke Mahkamah Agung (MA) sebelumnya Pemprov NTB juga dinyatakan kalah.
Baca juga: Pemprov NTB mengajukan PK ke Mahkamah Agung soal lahan Bawaslu
Pemohon kasasi adalah Ida Made Singarsa, terdakwa kasus pemalsuan surat. Hal itu berdasarkan nomor perkara 429/Pid.B/2024/PN Mtr.
Amar putusan berisi, menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabulkan kasasi terdakwa.
"Tidak terbukti dakwaan penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU," bunyi amar mengutip dalam laman resmi Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis (12/6).
Humas PN Mataram, Kelik Trimargo membenarkan adanya putusan kasasi Made Singarsa tersebut. Namun pihaknya belum menerima berkas fisik
"Putusan kasasinya belum turun dari MA. Kalau di website MA, memang sudah putus. Tapi berkas-nya belum kita terima," ujarnya.
Pengadilan belum memastikan akan melakukan eksekusi terhadap lahan tersebut. Menyusul belum menerima putusan lengkap dari MA.
"Nanti setelah menerima, Ketua (PN Mataram) pelajari apa pertimbangan hukumnya. Kemudian memanggil kedua belah pihak," ujar Kelik.
Sebelumnya, putusan pertama memutuskan Ida Made Singarsa bersalah melakukan tindak pidana memakai surat palsu. Selanjutnya, terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 6 bulan.
Begitu juga di tingkat banding, majelis hakim menyatakan Ida Made Singarsa terbukti bersalah melakukan tindak pidana memakai surat palsu.
Kemudian, hakim menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama 5 bulan. Terdakwa disangkakan Pasal 263 ayat (2) KUHP.
