Utang RSUP NTB bengkak Rp247 Miliar, DPRD desak audit investigasi

id NTB,Pemprov NTB,DPRD NTB,Temuan Utang RSUD Provinsi NTB Rp247 Miliar,BPK RI,LHP Keuangan Pemprov NTB oleh BPK RI

Utang RSUP NTB bengkak Rp247 Miliar, DPRD desak audit investigasi

Arsip - Gedung DPRD Nusa Tenggara Barat di Jalan Udayana Kota Mataram. ANTARA/Nur Imansyah.

Mataram (ANTARA) - Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat Muhammad Aminurlah meminta agar dilakukan audit investigasi terhadap temuan BPK RI terhadap utang Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB yang mencapai Rp247,97 miliar.

"Kita minta dan mendorong agar ada audit investigasi terhadap persoalan ini," ujarnya di Mataram, Minggu.

Menurut Aminurlah, besarnya utang tersebut merupakan akibat dari lemahnya pengawasan dan pembinaan Pemerintah Provinsi NTB terhadap pengelolaan keuangan di RSUP NTB.

"Selama ini pengawasan dan pembinaan belum optimal, sehingga RSUP menanggung utang ratusan miliar yang bisa menimbulkan defisit operasional dan kesulitan likuiditas ke depan," tegas Haji Maman sapaan karib anggota DPRD Dapil VI Kabupaten Bima Kota Bima dan Dompu ini.

Baca juga: Gubernur Iqbal minta Inspektorat tindak lanjuti temuan utang RSUP NTB

Ia menilai kondisi keuangan yang tidak sehat di RSUP dapat berdampak langsung pada terganggunya pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, DPRD NTB meminta Gubernur NTB untuk mengambil langkah serius dalam melakukan pengawasan dan pembinaan.

"Harus ada rasionalisasi belanja yang melebihi anggaran. Gubernur harus benar-benar mengendalikan dan memperhatikan kondisi rumah sakit. Kami di DPRD ingin melihat sejauh mana kepatuhan terhadap tata kelola keuangan yang ada," ujarnya.

Haji Maman secara tegas meminta agar BPK melakukan audit investigatif terhadap utang tersebut.

Menurutnya, hal ini penting karena sudah ada indikasi ketidakpatuhan dalam pengelolaan.

"Audit investigasi penting karena kita ingin tahu, utang ini untuk apa? Apakah benar untuk kebutuhan rumah sakit, atau ada kebocoran dalam retribusi? Kalau untuk obat-obatan, seharusnya sudah ada anggaran tersendiri seperti dari BPJS," katanya.

Baca juga: Terpopuler: Tindak lanjuti temuan utang RSUP NTB, jadwal lengkap MotoGP Italia 2025 hingga calon siswa sekolah rakyat

Selain fokus pada RSUP, Aminurlah juga menyoroti pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun 2024 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB yang dinilai tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ia meminta agar kepala dinas segera memproses semua bentuk kelebihan pembayaran, kekurangan volume pekerjaan, hingga progres proyek yang belum selesai. Ia menekankan bahwa penyelesaian DAK 2024 sangat penting agar fasilitas pendidikan bisa segera dimanfaatkan.

"Langkah konkret belum terlihat. Ini harus diusut, di mana masalahnya dan apa kendalanya. Jangan sampai siswa dirugikan karena proyek lamban," ungkapnya.

Ia mencontohkan, proyek infrastruktur pendidikan di wilayah Bima yang hingga kini belum rampung. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi terganggu karena gedung belum bisa digunakan.

"Ini harus jadi perhatian gubernur, apalagi Indeks Pembangunan Manusia -IPM- kita masih tergolong rendah," ujar Haji Maman.

Ia pun menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan dunia pendidikan di NTB ke depan.

Menurutnya, jika tidak ada perubahan manajemen dan pengawasan yang signifikan, maka ketertinggalan sektor pendidikan akan terus terjadi.

"Ke depan, dalam mengelola pendidikan, profesionalitas harus dikedepankan. Jangan ada lagi pembiaran terhadap pelanggaran atau ketidaksesuaian aturan," katanya.

Sebelumnya dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas keuangan Pemprov NTB tahun 2024, BPK RI memberikan sejumlah catatan, di antaranya temuan kelebihan belanja sebesar Rp247,97 miliar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB. Termasuk, pelaksanaan DAK fisik swakelola pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB tidak memadai dan tidak sesuai ketentuan.

"BPK itu bukan penyidik, penyidik itu adalah Polri dan kejaksaan. Tapi BPK itu adalah dokter. Dokter ini dicintai dan disayangi oleh orang sakit dan ingin sembuh maupun orang sehat tapi tidak ingin sakit. Tapi dokter ini kalau hanya memberikan resep tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Makanya opini WTP ini adalah resep, sehingga rekomendasi ini lah harus ditindaklanjuti," kata Ketua Komite I BPK RI, Nyoman Adhi Suryadnyana dalam kegiatan penyerahan WTP atas laporan pemeriksaan keuangan Pemerintah Provinsi NTB tahun 2024 di Gedung DPRD NTB, Kamis (19/6).

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
notification icon
Dapatkan Berita Terkini khusus untuk anda dengan mengaktifkan notifikasi Antaranews.com