Mataram: jaminan hidup jadi masalah nasional

id Jaminan hidup

Mataram: jaminan hidup jadi masalah nasional

Warga korban bencana gempa dan likuefaksi berada disekitar bilik mereka pada salah satu blok Hunian sementara (Huntara) bantuan pemerintah melalui Kementerian PUPR di Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (13/3/2019). Hingga kini, ribuan jiwa warga korban bencana gempa dan likuefaksi yang sebelumnya menempati tenda darurat di daerah tersebut telah dipindahkan ke Huntara dan akan menempati tempat tersebut hingga mendapatkan bantuan hunian tetap. Meski telah berada di Huntara, pengungsi berharap pemerintah untuk tetap melanjutkan pemberian jaminan hidup kepada mereka yang akan berakhir pada Maret 2019 setelah hingga kini mata pencarian mereka sebagai petani ataupun peternak terhenti akibat bencana. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/pd. (ANTARA FOTO/MOHAMAD HAMZAH)

Mataram (ANTARA) - Kepala Dinas Sosial Kota Mataram Hj Baiq Hasnayati mengatakan, pencairan dana bantuan jaminan hidup  bagi korban gempa bumi di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, sudah menjadi masalah nasional karena kondisi yang sama juga terjadi pada kabupaten/kota yang terdampak.

"Masalah belum dicairkannya jadup (jaminan hidup) hingga saat ini bukan hanya di Mataram, melainkan terjadi di kabupaten/kota yang terdampak juga, dan ini sudah menjadi masalah nasional," katanya kepada wartawan di Mataram, Selasa.

Namun demikian, untuk proses administrasi dan persyaratan pencairan jaminan hidup sejak awal Kota Mataram sangat responsif, bahkan beberapa kali melakukan konsultasi langsung ke Jakarta untuk mempercepat pencairan.

Akan tetapi, sekitar 7.000 orang yang sudah diusulkan dan memenuhi kriteria untuk mendapatkan jaminan hidup pada akhir tahun lalu, hingga saat ini belum ada kabar dan tindak lanjut dari pemerintah.

"Tidak hanya kita di kota yang mempertanyakan, pak gubernur, bahkan seringkali mempertanyakan hal ini ke pemerintah. Gubernur sangat memperhatikan masalah ini," katanya.

Menurutnya, setiap kali ada pertanyaan terkait pencairan jadup, selalu diberikan jawaban yang sama yakni tunggu dan data masih diproses.

"Jadi kita tunggu saja, dan para korban gempa bumi kami harapkan juga bersabar sebab masalah ini sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat" katanya.

Kemungkinan, lanjutnya, belum dicairkannya jadup karena pemerintah masih menunggu anggaran, sebab informasi dalam rapat koordinasi (rakor) terakhir disebutkan korban gempa bumi tidak hanya akan mendapatkan jadup selama tiga bulan melainkan 6 bulan.

"Artinya, satu jiwa akan mendapatkan jadup sebesar 10 ribu per hari selama enam bulan, tidak lagi tiga bulan seperti rencana awal," katanya. (*)