Tajuk ANTARA NTB - Membaca ulang arah kereta gantung Rinjani

id Tajuk ANTARA NTB,kereta gantung,rinjani,NTB,Membaca ulang arah kereta gantung Rinjani Oleh Abdul Hakim

Tajuk ANTARA NTB - Membaca ulang arah kereta gantung Rinjani

Ilustrasi - Animasi rencana kereta gantung dengan latar belakang Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). (ANTARA-HO/Dok - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB)

Mataram (ANTARA) - Wacana pembangunan kereta gantung di Gunung Rinjani kembali menjadi sorotan karena berbagai ketidaksesuaian antara rencana besar dan realitas administratif di lapangan.

Sejak peletakan batu pertama pada 2022, proyek berinvestasi triliunan rupiah itu belum menunjukkan kemajuan signifikan.

Fakta bahwa hingga November 2025 proyek ini belum terdaftar dalam sistem OSS, yang merupakan persyaratan paling dasar dalam perizinan berusaha, menjadi indikator kuat bahwa rencana tersebut belum memasuki fase kesiapan nyata.

Dalam narasi pembangunan, kereta gantung kerap dipromosikan sebagai terobosan pariwisata yang akan membuka akses baru bagi wisatawan, menyediakan pilihan bagi pengunjung yang tidak dapat mendaki, sekaligus mendongkrak pendapatan asli daerah.

Namun antara harapan dan kenyataan terdapat jarak yang semakin melebar akibat persoalan perizinan, ketidakpastian investor, dan absennya fondasi tata kelola yang kuat.

Dari sisi investasi, terdapat ketimpangan mencolok antara besaran nilai yang pernah disampaikan, yaitu mencapai Rp6,7 triliun bahkan dalam beberapa pernyataan disebut hingga Rp15 triliun, dengan minimnya progres administratif.

Tidak rampungnya AMDAL, belum terselesaikannya perubahan izin dari IUPJWA ke PBPH, hingga tidak adanya pendaftaran OSS menegaskan bahwa tahapan proyek berjalan tidak linear.

Bahkan pernyataan berbeda antar level pemerintahan, mulai dari kabupaten hingga provinsi, menunjukkan inkonsistensi informasi yang mengganggu kredibilitas governance proyek.

Pada saat yang sama, investor menyatakan masih menunggu validasi AMDAL. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa langkah administratif mendasar justru tidak dilakukan lebih dahulu.

Jika persyaratan dasar saja belum dipenuhi, manfaat ekonomi seperti penyerapan tenaga kerja, peningkatan kunjungan, atau kontribusi PAD hanya akan menjadi retorika tanpa pijakan.

Dari perspektif ekologis, wacana kereta gantung di kawasan hutan lindung Karang Sidemen perlu dikaji secara lebih komprehensif. Rinjani bukan sekadar destinasi wisata, tetapi kawasan konservasi yang menjadi penyangga ekologis Lombok.

Tanpa desain final yang jelas dan kajian dampak lingkungan yang disetujui, potensi gangguan terhadap habitat satwa, fragmentasi vegetasi, serta perubahan bentang alam masih terbuka lebar. Argumen “tiang pancang tunggal” tidak cukup untuk menjamin minimnya dampak ekologis.

Selain itu, pembangunan akses jalan dari Pemepek maupun Pancor Dao masih menghadapi persoalan teknis seperti tebing curam dan kebutuhan jembatan baru.

Jika akses tidak dipersiapkan dengan matang, kereta gantung hanya akan menjadi enclave wisata yang tidak memberi manfaat ekonomi bagi desa-desa sekitar.

Dalam kondisi demikian, menata ulang arah kebijakan menjadi langkah mendesak. Pemerintah perlu membuka peta jalan resmi, memperkuat transparansi data, memastikan pemeriksaan AMDAL berjalan objektif, dan memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.

Proyeksi manfaat ekonomi bagi daerah juga harus dijelaskan secara komprehensif sejak awal agar tidak menimbulkan harapan yang tidak realistis.

Pada saat bersamaan, opsi pengembangan geosite dan ekowisata Rinjani dapat menjadi pendekatan jangka panjang yang lebih sejalan dengan prinsip konservasi. Pendekatan ini terbukti memperkuat nilai wisata tanpa mengorbankan keseimbangan alam.

Rinjani adalah penyangga ekologis dan simbol identitas masyarakat Lombok. Menentukan masa depan kereta gantung berarti menimbang masa depan kelestariannya.

Pilihannya kini ada pada keberanian pemerintah dan investor untuk membangun dari fondasi paling dasar, yakni kepastian hukum, kajian ilmiah, dan penghormatan terhadap alam.

Jika tidak, proyek ini berisiko menjadi wacana berkepanjangan tanpa arah yang jelas.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menguatkan tata kelola Rinjani-Tambora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Irigasi NTB dan jalan panjang kedaulatan pangan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jalan dan jembatan sebagai penopang kemajuan NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB- Menambal luka gizi di Bumi Gora
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mataram menanam integritas sejak dini
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kendaraan listrik, Jalan hijau baru NTB
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Jalan baru energi bersih NTB



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.