Kejati NTB jelaskan alasan mangkir praperadilan tersangka gratifikasi DPRD

id praperadilan, kejati ntb, gratifikasi dprd ntb, mensrea, penerima suap,dprd ntb

Kejati NTB jelaskan alasan mangkir praperadilan tersangka gratifikasi DPRD

Aspidsus Kejati NTB Muh. Zulkifli Said. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat membeberkan alasan mangkir dari sidang perdana praperadilan tiga tersangka kasus gratifikasi DPRD Provinsi NTB di Pengadilan Negeri Mataram.

"Pertama, karena ada kegiatan rapat kerja daerah (rakerda).Tim kami juga waktu itu ada yang turun ke Samota terkait kasus pengadaan lahan MXGP itu," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Muh. Zulkifli Said di Mataram, Senin.

Dengan padatnya kegiatan, Zulkifli mengakui bahwa pihaknya baru kelar menyiapkan jawaban atas memori permohonan praperadilan ketiga tersangka.

"Jadi, jawaban kami sudah siap. Nanti pasti kami hadir," ujarnya.

Baca juga: Kejati NTB mangkir di sidang praperadilan tersangka gratifikasi anggota DPRD

Untuk agenda terdekat pada Selasa (16/12), Kejati NTB akan menghadapi praperadilan yang dimohonkan tersangka Indra Jaya Usman alias IJU dan Hamdan Kasim alias HK.

Untuk permohonan praperadilan tersangka Muhammad Nashib Ikroman alias MNI diagendakan ulang oleh pengadilan pada Kamis (18/12).

"Karena semua sudah siap, semua sidang praperadilan yang berlangsung pekan ini kami akan hadir," ucapnya.

Perihal penyidikan yang kini telah masuk tahap pemberkasan, Zulkifli menegaskan bahwa upaya hukum praperadilan ketiga tersangka tidak menjadi alasan untuk menunda hal tersebut.

"Sekarang (berkas) sedang disusun, tunggu saja," katanya.

Baca juga: Sidang praperadilan dua tersangka gratifikasi DPRD diagendakan ulang

Berbeda dengan yang disampaikan Kepala Kejati NTB Wahyudi sebelumnya pada momentum peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun 2025.

Dia tidak memungkiri bahwa status penerima gratifikasi dapat terseret dalam kasus ini sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun demikian, untuk menentukan status tersebut dan menyeret mereka sebagai tersangka harus tetap mengacu pada pemenuhan alat bukti yang sah. Hal tersebut berjalan sesuai dengan aturan Pasal 184 KUHAP.

"Yang namanya tindak pidana itu, tidak bisa dilepaskan dari pemenuhan asas mensrea, itu harus tetap melekat dan harus ada unsur-unsur itu. Jadi, nanti kita lihat sejauh mana, apakah layak untuk lari ke penerima gratifikasi itu. Kita lihat nanti," ujarnya.

Baca juga: Legislator berstatus tersangka gratifikasi DPRD NTB ajukan praperadilan

Dalam kasus ini kejaksaan telah menetapkan tiga legislator sebagai tersangka. Penyidik sebelumnya menyatakan ketiga tersangka berperan sebagai pemberi. Uang gratifikasi yang diterima belasan legislator disebut jaksa berasal dari ketiga tersangka.

Uang gratifikasi dengan nilai total sedikitnya Rp2 miliar tersebut kini dititipkan belasan legislator ke penyidik kejaksaan dan menjadi kelengkapan alat bukti.

Hal itu turut menguatkan langkah penyidik menerapkan sangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terhadap ketiga tersangka yang berperan sebagai pemberi gratifikasi.

Baca juga: Dua tersangka gratifikasi DPRD NTB ajukan praperadilan

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.