Mataram (ANTARA) - Manajemen yang kuat saja, hanya akan menciptakan birokrasi tanpa tujuan. Tetapi kepemimpinan yang kuat saja, dapat membuat perubahan dengan cara yang tidak praktis. (Gary Yukl : 2001)
Sekretaris Daerah (Sekda). Jabatan puncak Aparatur Sipil Negara (ASN). Membantu kepala daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) mewujudkan visi dan misinya. serta menyusun kebijakan dan mengkoordinasikannya dengan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sekda, kerap diasosiasikan sebagai orang ‘nomor 3’ setelah kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Melihat posisi, fungsi dan peran strategisnya, pengisian jabatan Sekda sering mengundang perhatian.
Baru-baru ini, resmi diumumkan. Ada 10 (sepuluh) orang kandidat atau calon Sekda NTB. Tertuang dalam Pengumuman Nomor 800.1.2.3/5659/8KD/2025 tanggal 21 Desember 2025. Ditandatangani Ketua Panitia Seleksi, Prof. Riduan Mas’ud.
Terseleksinya sepuluh orang calon Sekda NTB kali ini, cukup istimewa jika dibandingkan dengan seleksi jabatan serupa di waktu-waktu sebelumnya. Pasalnya, ada dua nama ASN yang berasal dari luar daerah. Tentu ini menarik perhatian.
Kehadiran calon dari luar daerah tersebut, disikapi beragam. Ada yang menanggapinya sebagai sesuatu yang positif. Tapi tak sedikit yang memunculkan pertanyaan. Apapun itu, sikap kita sebaiknya harus tetap objektif, seperti halnya sikap kita terhadap delapan calon lainnya yang telah lama berkarir di daerah ini.
Respon positif tentu saja disampaikan oleh Ketua Panitia Seleksi Sekda NTB, Prof. Riduan Mas’ud. Sebagai pihak yang bertanggungjawab secara teknis administratif, keikutsertaan dua calon itu dipandang sebagai konsekuensi keterbukaan dan transparansi. Bahkan di salah satu media, hal itu disebutnya sebagai meritokrasi yang sesungguhnya?!
Sementara itu, bagi sebagian pihak, lulusnya dua ASN dari luar daerah itu, sebagai upaya mengkerdilkan calon yang telah berkarir panjang di daerah ini. Bahkan ada yang mencurigai, keduanya sebagai calon titipan. Karena titipan, asumsinya kans salah satu dari keduanya untuk terpilih menjadi Sekda NTB sangat besar?! Karena asumsi, tentu saja bisa salah. Bisa juga benar.
Sorotan juga datang dari Ketua DPRD Provinsi NTB, Baiq Isvie Rupaeda. Dia menekankan, pentingnya tim panitia seleksi memilih Sekda yang sejalan dengan Gubernur. Sekda harus memahami visi dan misi, serta karakter Gubernur agar roda pemerintahan berjalan harmonis. Dia sempat menyentil, agar tidak terulang lagi ketidak harmonisan antara Gubernur dan Sekda?!
Disisi lain, meski tidak spesifik, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, mengungkapkan, Sekda yang diinginkannya harus bisa membantu dirinya dalam mengelola birokrasi pemerintahan. Harus banyak turun lapangan untuk memastikan kemakmuran. Karena sebagai Gubernur, dirinya akan lebih fokus keluar untuk urusan mendunia (jejaring). Sesuai jargon NTB Makmur Mendunia?!
Sejatinya, Sekda layaknya seorang manajer. Mampu menerjemahkan visi dan strategi perubahan pimpinan (dalam hal ini kepala daerah) secara tepat dan cepat. Menetapkan sasaran operasional, membuat rencana tindakan berdasarkan jadwal, mengalokasikan sumberdaya, mengorganisasikan, dan menugaskan orang ke berbagai pekerjaan, serta memantau hasil dan menyelesaikan masalah.
Manajer, menghargai stabilitas, keteraturan, dan efisiensi, pun sangat memperhatikan penyelesaian sesuatu dan berusaha membuat orang melakukannya lebih baik. Hal ini berbeda dengan pemimpin yang menghargai fleksibilitas, inovasi dan adaptasi.
Karena itu, antara kepemimpinan dan manajemen, tidak mungkin terjadi pada satu orang yang sama. Meskipun begitu, keduanya sama-sama melibatkan keputusan, apa saja yang harus dilakukan, menciptakan jaringan dan sama-sama berusaha memastikan hal tersebut terjadi.
Presiden ke-37 Amerika Serikat (AS), Richard Nixon, pernah mengatakan, kepemimpinan lebih dari sekedar urusan teknis. Sebab ia bersentuhan dengan simbol, citra, dan ide-ide penting yang dapat merubah wajah sejarah. Pemimpin mewakili suatu perintah sejarah (a direction of history). Manajer mewakili suatu proses. Nixon mengibaratkan kepemimpinan seperti puisi. Sedangkan manajer adalah prosa. (Wawasan Kepemimpinan Politik : 2018)
Hanya saja Richard Nixon memilih mengundurkan diri dari jabatan Presiden AS di masa periode keduanya sebelum di makzulkan. Lantaran dia terlibat dalam kasus skandal watergate. Namun yang patut dicatat, Nixon saat itu mewariskan hubungan diplomatik yang sukses dengan China dan Uni Soviet, termasuk keputusannya menarik pasukan AS dari perang Vietnam.
Dari kisah Richard Nixon kita belajar, dia sukses mengelola hubungan keluar (diplomatik). Tapi tergelincir dalam tata kelola pemerintahan di dalam negaranya. Mungkin dalam sejarah kita mencatat pemimpin-pemimpin dengan kisah serupa, yang pantas kita jadikan pelajaran. Wallahu’alam Bishawab.
*) Penulis adalah Sekretaris DPC Partai Demokrat Kota Mataram