"Aturan yang ada hanya menyebutkan bahwa tanah yang musnah, maka hak keperdataannya atas tanah juga musnah atau hilang," ucap Kepala Kanwil BPN/ATR Sulawesi Tengah, Andry Novijandri, di Palu, Rabu.
Andry NovIjandri mengemukakan terkait hak atas tanah bagi korban yang memiliki tanah di eks-lokasi likuefaksi, masih akan di bahas lebih lanjut.
"Kalau tanah yang terdampak likuefaksi, itu masih akan di bahas, pasti akan berdebat. Berdebatnya itu begini, oh musnah. Musnahnya gimana, nah itu tanahnya kelihatan," ujar Andri.
Pemerintah masih akan mengkaji lebih lanjut mengenai arti dan penjelasan dari tanah yang dinyatakan musnah, atau hilang dari permukaan sehingga tidak lagi nampak oleh mata.
Tanah yang terdampak likuefaksi, sebut dia, tidak hilang atau tidak amblas ke dalam tanah, melainkan tanahnya tetap ada. Namun bergeser.
"BPN punya aturan, kalau tanah yang musnah, maka hak keperdataan atas tanah itu dihapus," ujar dia.
Ia mencontohkan, tanahnya yang musnah, seperti tanah yang terdampak longsor amblas ke dalam dan hilang dari permukaan tidak kehilangan.
Ia mengakui bahwa hingga saat ini BPN/ATR Sulteng belum memiliki data terkait berapa jumlah hak keperdataan atas tanah oleh korban dan luasannya.
"Jadi tanah yang terdampak likuefaksi, itu belum diputuskan apakah musnah ataukah tidak," sebutnya.