Mataram (ANTARA) - Tertangkapnya Komisioner KPU wahyu Setiawan oleh KPK pada Rabu lalu (8/1) yang menjanjikan PAW pada Harun Masiku salah satu politisi PDIP dengan cara suap sangat mencoreng lembaga penyelenggara pemilu, untuk ukuran dia yang belasan tahun jadi organ penyelenggara pemilu saja rentan terkecoh dan terima suap, integritas dan independensi yang digemborkan jadi runtuh.
Pintu masuk kejadian ini adalah produk keputusan dalam KPU, jika benar dan sudah final dirapat pleno kan dan dinyatakan nama seseorang sebagai Pengganti Antar Waktu berdasarkan regulasi dan Fakta, dimana pleno KPU telah menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin karena meninggal dunia.
Adapun dasar Riezky Aprilia terpilih sebagai PAW karena ia merupakan caleg dengan suara terbanyak kedua di bawah Nazarudin? Terus kenapa lagi komisioner masih "mau berani mengubah" hasil rapat pleno KPU dan "mau diakali" dan dijanjikan pada Harun Masiku, ini masalah utamanya artinya keputusan di KPU masih bisa ditawar atau berubah?
Keputusan KPU tidak bisa sendiri, karena harus rapat dengan 5 komisioner dan minimal disetujui 4 komisioner, karena sudah ada keputusan pleno, sifat keputusan itu sekali selesai apalagi yang ditujukan pada individual (otomatis PAW jatuh pada nama caleg suara terbanyak berikutnya), prosedur dan mekanismenya demikian, jadi final dan konkrit , tentunya karena sudah tahu demikian wahyu Setiawan sebagai komisioner tidak bisa main sendiri?
Karenanya patut diduga ada keikutsertaan komisioner lain, karena dia tidak mungkin dapat merubah keputusan dalam pleno sendiri harus ada peran dan persetujuan komisioner yang lainnya , karena keputusan di KPU itu sifatnya kolektif.
Lagi lagi setelah OTT terbuka motifnya, bahwa semua dapat dilakukan oleh Wahyu Setiawan karena ada permintaan uang senilai 900 juta sebagai uang operasional guna membantu dalam mewujudkan penetapan salah satu politisi menjadi anggota DPR dengan cara Penggantian Antar Waktu(PAW) periode 2019-2024, inilah yang diduga akan dikemas oleh yang bersangkutan pada anggota komisoner lain atau pada pihak yang dianggap terkait dalam pengurusan PAW tersebut sehingga muncul permintaan uang operasional ,saya menyebutnya "proyek ongkos" , "penipu kena tipu ",..ya jadilah OTT ini.
Nilai uang yang disepakati dan komitmen menjanjikan ini, harus dikejar dan digali oleh penyidik termasuk hasil rapat pleno KPU, dokumen rapat dan daftar hadir rapat KPU dan dukungan administrasi sekretariat, disinilah menunjukkan bahwa perbuatan ini dilakukan dengan unsur kesengajaan, karena perbuatan tersebut dilakukan secara sadar dan ia tahu resikonya termasuk adanya dugaan tindak pidana penyertaan karena pekerjaan ini baru bisa terjadi.
Kalau ada dukungan atau keterlibatan dari unsur komisioner kpu lainnya untuk berkehendak yang sama, menyetujui dalam rapat pleno, jadi penyidik harus mengejar pelaku orang yang punya keinginan yang sama atau orang menyuruh melakukan, dan orang orang yang turut serta dalam perkara suap ini demi menjaga kemandirian dan integritas, jujur dan adil lembaga KPU.
Azmi Syahputra
Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia(Alpha)
Berita Terkait
Lima kabupaten di Papua Barat ajukan sengketa Pilkada 2024 ke MK
Rabu, 11 Desember 2024 18:53
Rekapitulasi suara Pilkada Surabaya ditahan KPU Jatim, ada apa?
Senin, 9 Desember 2024 18:40
Mahyeldi-Vasko menang di Pilgub Sumbar hasil rekap rekap KPU
Minggu, 8 Desember 2024 17:49
Fachri-Miftan menang di Pilkada SBT Maluku 2024
Minggu, 8 Desember 2024 17:12
ASR-Hugua menang di Pilkada Sultra 2024 hasil rekapitulasi KPU
Minggu, 8 Desember 2024 16:57
Satu putaran, Pramono-Rano menang di Pilkada Jakarta 2024 hasil rekapituasi KPU
Minggu, 8 Desember 2024 16:43
Partisipasi pemilih pada Pilkada NTB 2024 meningkat 0,06 persen
Minggu, 8 Desember 2024 16:20
Pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur NTB 2024
Sabtu, 7 Desember 2024 17:22