Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengagendakan ekspose kasus korupsi proyek pembangunan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Lombok Utara di Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Karena hasil hitung ulang (kerugian negara) sudah kami dapatkan, jadi kami akan ekspose kasus ini ke Kejagung," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Senin.
Hasil hitung ulang kerugian negara didapatkan pihak kejaksaan dari Inspektorat NTB. Aparat pengawas internal perintah (APIP) tersebut melakukan penghitungan ulang berdasarkan adanya permintaan dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek yang kini menjadi tersangka.
Meskipun sudah mendapatkan hasil hitung ulang, Ely enggan merilis. Namun dia memastikan pihaknya akan mengungkapkan hasil tersebut saat ekspose di Kejagung.
"Jadi tunggu saja hasil ekspose nanti, akan kami kabarkan," ujarnya.
Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT. Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara.
Dugaan korupsinya muncul pasca pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung pertama dengan nilai Rp742,75 juta.
Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut.
Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek, CV. Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV. Indo Mulya Consultant, berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara, berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa direktur PT. Batara Guru Group, MF.
"Karena hasil hitung ulang (kerugian negara) sudah kami dapatkan, jadi kami akan ekspose kasus ini ke Kejagung," kata Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati di Mataram, Senin.
Hasil hitung ulang kerugian negara didapatkan pihak kejaksaan dari Inspektorat NTB. Aparat pengawas internal perintah (APIP) tersebut melakukan penghitungan ulang berdasarkan adanya permintaan dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek yang kini menjadi tersangka.
Meskipun sudah mendapatkan hasil hitung ulang, Ely enggan merilis. Namun dia memastikan pihaknya akan mengungkapkan hasil tersebut saat ekspose di Kejagung.
"Jadi tunggu saja hasil ekspose nanti, akan kami kabarkan," ujarnya.
Proyek dengan nama pekerjaan penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada RSUD Lombok Utara ini dikerjakan oleh PT. Batara Guru Group. Proyek dikerjakan dengan nilai Rp5,1 miliar yang bersumber dari APBD Lombok Utara.
Dugaan korupsinya muncul pasca pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara hasil hitung pertama dengan nilai Rp742,75 juta.
Modus korupsi dari kasus ini berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan. Angka kerugian negara itu pun muncul dari dugaan tersebut.
Untuk proyek ini, Kejati NTB menetapkan Wakil Bupati Lombok Utara berinisial DKF sebagai tersangka. DKF terjerat kasus korupsi tersebut saat mengemban jabatan staf ahli dari konsultan pengawas proyek, CV. Indo Mulya Consultant.
DKF menjadi tersangka bersama pimpinan CV. Indo Mulya Consultant, berinisial LFH, Direktur RSUD Lombok Utara, berinisial SH, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial HZ, dan kuasa direktur PT. Batara Guru Group, MF.