Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Ratna Susianawati mengatakan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang berperspektif gender dan berpihak kepada korban sangat penting terkait penanganan kasus kekerasan seksual.
"Penguatan kapasitas SDM menjadi sangat penting. SDM yang memiliki kompetensi yang kredibel terutama pada kuratifnya," kata Ratna Susianawati dalam acara Media Talk bertajuk "Komitmen Pemerintah Tindak Lanjuti Delegasi Pasal Turunan UU TPKS", di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, upaya penguatan kapasitas SDM ini akan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tersendiri yang terdapat dalam 7 Peraturan Pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Dalam mekanisme pendidikan dan pelatihan SDM bagi para aparat penegak hukum, nantinya akan disiapkan pendidikan yang dilengkapi dengan kurikulum dan modul-modul," kata Ratna. Ia mengatakan SDM yang berperspektif gender dan berpihak kepada korban diharapkan akan mencegah reviktimisasi korban.
"Hal itu penting agar nanti para aparat penegak hukum tidak lagi menjadikan korban mengalami kekerasan yang berulang dan kekerasan yang sudah menjadi trauma yang berkepanjangan bagi korban justru korban akan menghadapi atau mengalami reviktimisasi karena berulang kali ditanya, berulang kali diingatkan dengan kejadian-kejadiannya," kata Ratna.
Baca juga: Kemen PPPA: Negara hadir lindungi perempuan kasus aborsi
Baca juga: Kemen PPPA sesalkan kekerasan seksual yang dilakukan guru SD
Menurut dia, pendidikan dan pelatihan juga akan diberikan kepada tenaga layanan pemerintah dan tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat. Pemerintah sepakat melakukan simplifikasi atau penggabungan Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi 3 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres). Tujuh Peraturan Pelaksana ini merupakan penggabungan dari 5 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Perpres berdasarkan amanat UU TPKS.
"Penguatan kapasitas SDM menjadi sangat penting. SDM yang memiliki kompetensi yang kredibel terutama pada kuratifnya," kata Ratna Susianawati dalam acara Media Talk bertajuk "Komitmen Pemerintah Tindak Lanjuti Delegasi Pasal Turunan UU TPKS", di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, upaya penguatan kapasitas SDM ini akan menjadi Peraturan Presiden (Perpres) tersendiri yang terdapat dalam 7 Peraturan Pelaksana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"Dalam mekanisme pendidikan dan pelatihan SDM bagi para aparat penegak hukum, nantinya akan disiapkan pendidikan yang dilengkapi dengan kurikulum dan modul-modul," kata Ratna. Ia mengatakan SDM yang berperspektif gender dan berpihak kepada korban diharapkan akan mencegah reviktimisasi korban.
"Hal itu penting agar nanti para aparat penegak hukum tidak lagi menjadikan korban mengalami kekerasan yang berulang dan kekerasan yang sudah menjadi trauma yang berkepanjangan bagi korban justru korban akan menghadapi atau mengalami reviktimisasi karena berulang kali ditanya, berulang kali diingatkan dengan kejadian-kejadiannya," kata Ratna.
Baca juga: Kemen PPPA: Negara hadir lindungi perempuan kasus aborsi
Baca juga: Kemen PPPA sesalkan kekerasan seksual yang dilakukan guru SD
Menurut dia, pendidikan dan pelatihan juga akan diberikan kepada tenaga layanan pemerintah dan tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat. Pemerintah sepakat melakukan simplifikasi atau penggabungan Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi 3 Peraturan Pemerintah (PP) dan 4 Peraturan Presiden (Perpres). Tujuh Peraturan Pelaksana ini merupakan penggabungan dari 5 Peraturan Pemerintah (PP) dan 5 Perpres berdasarkan amanat UU TPKS.