Ahli lulusan Amerika: kerusakan Shelter Tsunami Lombok Utara kategori ringan

id shelter tsunami, sidang korupsi, ahli bangunan, ir jimmy, rusak ringan, ded, tugas ppk pelaksana, penetapan syarat lelan

Ahli lulusan Amerika: kerusakan Shelter Tsunami Lombok Utara kategori ringan

Hakim mengambil sumpah tiga ahli a de charge dari terdakwa Aprialely Nirmala untuk memberikan pendapatnya dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek Shelter Tsunami Lombok Utara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Rabu (30/4/2025). (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Ahli teknik bangunan lulusan The Pennsylvania State University Park, Amerika Serikat, Ir Ar Jimmy Siswanto Juwana menyebut kerusakan gedung shelter tsunami Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, masuk kategori ringan dengan persentase mencapai 4,26 persen.

"Jadi, dari hasil hitung lapangan, jika bandingkan dengan total nilai bangunan sekitar Rp20 miliar, nilai kerusakan mencapai Rp890 juta. Persentase kerusakannya 4,26 persen dari total," kata Jimmy memberikan pendapatnya dalam sidang lanjutan perkara korupsi shelter tsunami Lombok Utara di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Rabu petang.

Dengan kondisi kerusakan mencapai 4,26 persen, Jimmy yang berpengalaman di bidang teknik bangunan gedung dan kelaikan fungsi bangunan gedung selama 50 tahun tersebut menyatakan bahwa tingkat kerusakan masuk kategori ringan.

"Artinya, tingkat kerusakannya masih di bawah 30 persen, masih bisa diperbaiki," ujarnya.

Jimmy mengatakan hal tersebut dengan mengacu pada Pasal 34 Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 tahun 2018 tentang Pedoman Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 tahun 2022 tentang Bangunan Gedung.

"Dalam Pasal 173 ayat (7) PP 16, di situ dijelaskan aturan tentang tingkat kerusakan bangunan gedung," ucap Jimmy yang mengakui dirinya turut sebagai penyusun dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 tahun 2022 tentang Bangunan Gedung tersebut.

Dia kemudian menjelaskan ke hadapan majelis hakim perihal kerusakan bangunan dengan persentase 4,26 persen berdasarkan hasil turun lapangan pada medio Maret 2025.

"Yang rusak itu ada di lantai dasar, tangga dan ramp. Untuk lantai atasnya, dua, tiga dan empat, (tangga dan ramp), meskipun enggak runtuh, tetapi tetap dianggap runtuh. Jadi, kerusakan itu seluruh tangga, ramp, dan dinding dianggap rusak," kata dia.

Baca juga: Kerugian proyek Shelter Tsunami Lombok Utara capai Rp18,48 miliar

Untuk kondisi struktur utama dari bangunan tahun 2014 tersebut, Jimmy yang juga pernah melakukan kajian terhadap struktur bangunan terdampak gempa di Palu, Padang, dan Mamuju menyatakan masih dalam keadaan andal.

"Artinya, tidak terjadi deformasi, tidak ada keretakan, hanya ada pengelupasan kulit beton di lantai dasar saja," ujarnya.

Oleh karena itu, perihal dakwaan yang menyebut kerugian negara dari pengerjaan proyek ini total loss (kerugian total) karena mutu beton menurun dan azas pemanfaatan tidak terpenuhi sehingga terjadi kegagalan bangunan, Jimmy mengaku belum sependapat dengan hal tersebut.

Baca juga: Ahli konstruksi ITB cek shelter tsunami Lombok Utara pascagempa

Dia menganalogikan kerusakan bangunan shelter tsunami ini seperti mobil ambulan dengan kondisi empat rodanya yang bocor.

"Karena empat bannya bocor, ambulan tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya. Tetapi, mobil ambulan tidak kemudian dibuang, karena ban dapat diganti, dan fungsinya dapat dikembalikan," ujarnya.

Ahli lain, Ir. Riad Horem yang merupakan tenaga ahli Menteri PUPR Bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah turut memberikan pendapatnya dalam sidang tersebut.

Dia menyampaikan bahwa adanya perubahan detail engineering design (DED) atau rancang bangun rinci yang mengakibatkan Aprialely Nirmala sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pelaksana proyek dari satuan kerja (satker) milik Kementerian PUPR di NTB menjadi terdakwa, tidak ada diatur secara tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang masih menjadi landasan pelaksanaan lelang pada pengadaan tahun 2014 tersebut.

"Perubahan itu adalah sebuah keniscayaan bagi PPK pelaksana proyek, maka ketika ada koreksi, itu dibenarkan," ucap dia.

Baca juga: Terdakwa korupsi Shelter Tsunami siap polisikan Direktur PT BKM

Dalam tugas pokok, kata Riad, PPK pelaksana proyek berwenang menetapkan seluruh dokumen persyaratan lelang, baik itu harga perkiraan sementara (HPS), DED, spesifikasi teknis, dan waktu pelaksanaan proyek.

"Jadi, PPK itu, dia yang memulai, dia juga yang mengakhiri. Makanya, apa yang ditugaskan ke dia, bisa saja dilihat kembali olehnya, sah-sah saja, artinya semua dokumen bisa dia sesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan, bukan berdasarkan keinginan," katanya.

Perihal perubahan DED pada tahun 2014 yang tidak ada tanda tangan konsultan perencana dan menjadi kelengkapan dokumen syarat lelang pada sistem pengadaan E-procurement (Eproc), menurut dia, hal tersebut juga tidak menjadi masalah sesuai yang tertera dalam Perpres 54 tahun 2010.

"Tidak ada aturan baku soal syarat dokumen lelang yang di unggah ke sistem Eproc itu harus ada tanda tangan pihak terkait. Sama seperti karcis tol, itu tidak ada tanda tangan, tetapi itu sah," ujar Riad.

Baca juga: Kerusakan shelter tsunami Lombok Utara hanya ramp dan tangga

Kedua ahli yang hadir dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek Shelter Tsunami ini merupakan bagian dari saksi ahli yang meringankan terdakwa (a de charge). Selain keduanya, ada juga ahli struktur beton dan gempa dari akademisi Universitas Mataram, Suparjo. Mereka dihadirkan dalam persidangan oleh pihak terdakwa satu, Aprialely Nirmala.

Untuk terdakwa dua, Agus Herijanto sebagai kepala proyek dari pihak perusahaan milik negara dalam sidang menyatakan belum siap menghadirkan saksi ahli yang meringankan karena terkendala kegiatan lain.

Baca juga: Peran makelar proyek muncul dalam perencanaan Shelter Tsunami