Mataram (ANTARA) - Dua orang tenaga kesehatan (nakes) yang ada di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat terungkap terlibat dalam kasus dugaan aborsi sepasang kekasih berinisial NA (36) dan HA (39).

Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Rabu, memastikan bahwa tenaga kesehatan yang terdiri dari bidan dan dokter klinik tersebut kini masih berstatus sebagai saksi dalam kasus aborsi yang telah menetapkan NA dan HA sebagai tersangka.

"Kepada yang bersangkutan tetap kami panggil, undang dan periksa sebagai saksi," kata Yogi.

Baca juga: Polresta Mataram mengungkap kasus aborsi seorang mahasiswi

Dia menjelaskan bahwa permintaan keterangan ini masih menjadi bagian dari upaya kepolisian untuk melengkapi alat bukti penetapan NA dan HA sebagai tersangka.

"Ini berkaitan dengan Pasal 184 KUHAP soal pembuktian. Sehubungan nantinya dia (nakes) benar menyerahkan (obat penggugur kandungan) itu, tentu harus ada saksi dan petunjuk lain yang harus kami lengkapi, nantinya jaksa yang akan menilai, apakah masuk Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (turut serta) atau tidak," ujarnya.

Kasus dugaan aborsi ini kali pertama terungkap dari informasi pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram pada 22 April 2023.

Polisi menindaklanjuti informasi tersebut dengan mendatangi rumah sakit dan menemukan NA yang sedang mendapatkan perawatan medis.

Pihak rumah sakit pun mengonfirmasi bahwa NA baru selesai menjalani persalinan dengan kondisi keguguran janin yang berusia 3 bulan.

Tersangka HA yang turut mendampingi NA menjalani perawatan medis di rumah sakit itu mengaku janin tersebut hasil hubungan asmara mereka yang sudah berjalan empat tahun.

Sebelum akhirnya mengalami keguguran, NA kepada kepolisian mengakui dirinya kali pertama mengetahui ada tanda kehamilan pada akhir Maret 2023.

Pada saat itu, HA yang ikut mendampingi NA memutuskan untuk mengecek ke dokter klinik. Hasil pemeriksaan dokter menyatakan NA mengidap asam lambung.

Saat itu, NA mengaku dikasih obat pengurang rasa mual yang dia tidak mengetahui nama obat itu. Bentuknya kapsul dengan satu lempeng berisi 10 butir.

"Tersangka diberikan tiga lempeng. Sesuai anjuran, obat itu diminum dengan dosis tiga butir tiga kali sehari. Tersangka juga mengaku disuntik," ucap Yogi.

Karena tidak kunjung sembuh dari rasa mual, bahkan mengalami sakit perut dan sedikit pendarahan, NA memutuskan mengecek kesehatan ke bidan berinisial FT yang membuka praktek di Sweta, Kota Mataram, pada 17 April 2023. "Katanya bidan itu anjuran dari temannya," kata dia.

Dari pemeriksaan bidan tersebut, NA kemudian mengetahui kepastian bahwa dirinya sedang hamil. Bidan itu pun menyatakan bahwa kehamilan NA mengalami gangguan yang kecil kemungkinan membuat janin tersebut dapat bertahan.

Esok hari dia datang lagi ke bidan karena cukup banyak mengalami pendarahan. Di sana dikatakan kalau janin tersangka NA lemah, tipis kemungkinan untuk selamat.

Bidan pun menawarkan NA obat. Tersangka NA menjawab dengan menganggukkan kepala. Tanpa mengetahui nama obat tersebut, NA meminum dua butir dan dua lainnya dimasukkan melalui kemaluan.

Usai proses pengobatan itu selesai, bidan FT menyampaikan bahwa dirinya tidak bisa membantu mengeluarkan janin NA karena keterbatasan alat.

Sebelum akhirnya menyelesaikan proses persalinan darurat di RSUD Kota Mataram, NA bersama HA secara rutin mengecek kondisi kesehatan di bidan FT sampai pada 22 April 2023, NA mengalami kontraksi dan kali pertama melahirkan janin tersebut di rumahnya.

Lebih lanjut, NA bersama HA kini telah mendekam di Rutan Polresta Mataram. Sebagai tersangka keduanya dikenakan Pasal 77A ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024