Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menelusuri perbuatan melawan hukum (PMH) pada kasus dugaan korupsi dalam pembayaran honor staf khusus (stafsus) gubernur periode 2018 sampai 2023.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa pihaknya menelusuri PMH dalam kasus ini melalui permintaan klarifikasi kepada para pihak yang menerima dan mengetahui tentang honor stafsus pada era Dr. Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.
"Jadi, perbuatan melawan hukumnya masih terus didalami. Ada beberapa sudah dimintai klarifikasi, ada yang masih berjalan juga. Klarifikasi ini yang jadi bahan penelusuran," kata Efrien.
Upaya penelusuran tersebut, kata dia, berada di bawah penanganan Jaksa Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB. Terkait dengan para pihak yang masuk dalam agenda permintaan klarifikasi, Efrien menolak untuk menyampaikan kepada publik mengingat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
"Soal siapa saja ini juga sudah masuk teknis penyelidikan. Jadi, kami belum bisa sampaikan," ujarnya.
Honor stafsus Gubernur NTB ini sebelumnya sempat mendapat perhatian dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.
Meskipun tidak masuk dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), BPK mempertanyakan kontribusi keberadaan sedikitnya 50 orang stafsus gubernur dengan pendapatan per orang sedikitnya Rp4 juta per bulan. Angka tersebut dialokasikan dari APBD.
Baca juga: Kejati NTB mengusut dugaan korupsi pembayaran honor stafsus gubernur
Baca juga: Inovator digital dibutuhkan untuk majukan UMKM
Dengan estimasi besaran honor demikian, muncul kalkulasi angka pengeluaran APBD sedikitnya Rp2 miliar per tahun.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu, mengatakan bahwa pihaknya menelusuri PMH dalam kasus ini melalui permintaan klarifikasi kepada para pihak yang menerima dan mengetahui tentang honor stafsus pada era Dr. Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.
"Jadi, perbuatan melawan hukumnya masih terus didalami. Ada beberapa sudah dimintai klarifikasi, ada yang masih berjalan juga. Klarifikasi ini yang jadi bahan penelusuran," kata Efrien.
Upaya penelusuran tersebut, kata dia, berada di bawah penanganan Jaksa Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB. Terkait dengan para pihak yang masuk dalam agenda permintaan klarifikasi, Efrien menolak untuk menyampaikan kepada publik mengingat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
"Soal siapa saja ini juga sudah masuk teknis penyelidikan. Jadi, kami belum bisa sampaikan," ujarnya.
Honor stafsus Gubernur NTB ini sebelumnya sempat mendapat perhatian dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.
Meskipun tidak masuk dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), BPK mempertanyakan kontribusi keberadaan sedikitnya 50 orang stafsus gubernur dengan pendapatan per orang sedikitnya Rp4 juta per bulan. Angka tersebut dialokasikan dari APBD.
Baca juga: Kejati NTB mengusut dugaan korupsi pembayaran honor stafsus gubernur
Baca juga: Inovator digital dibutuhkan untuk majukan UMKM
Dengan estimasi besaran honor demikian, muncul kalkulasi angka pengeluaran APBD sedikitnya Rp2 miliar per tahun.