Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat, melaksanakan eksekusi dua orang terpidana korupsi pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Dompu.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Dompu Joni Eko Waluyo melalui sambungan telepon dari Mataram, Jumat, mengatakan bahwa pihaknya melaksanakan eksekusi penahanan berdasarkan putusan kedua terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Jadi, eksekusi penahanan kami laksanakan sesuai putusan pengadilan yang sudah berstatus inkrah. Keduanya menjalani penahanan di Lapas Kelas II A Lombok Barat," kata Joni.

Putusan yang berstatus inkrah tersebut merupakan hasil persidangan pada pengadilan tingkat pertama. Kedua terpidana maupun jaksa penuntut umum tidak mengajukan upaya hukum lanjutan hingga batas waktu yang telah ditentukan majelis hakim.

"Jadi, putusannya inkrah karena kedua terpidana dan JPU tidak ada mengajukan upaya hukum lanjutan," ujarnya.

Dua terpidana yang mulai menjalani pidana hukuman adalah Iskandar selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan pengadaan alat metrologi pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dompu.

Saat proyek tersebut berjalan pada tahun anggaran 2018, Iskandar secara struktural menduduki jabatan Kepala Bidang Perdagangan pada Disperindag Dompu.

Kemudian, terpidana kedua yang menjalani pidana hukuman bersama Iskandar di Lapas Kelas II A Lombok Barat adalah Yanrik selaku pelaksana proyek dari CV Fahriza.

Dalam putusan pengadilan tingkat pertama, Ketua Majelis Hakim I Ketut Somanasa menyatakan Iskandar terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider penuntut umum.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan putusan demikian, majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman terhadap Iskandar selama 1 tahun dan 5 bulan penjara serta denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

Untuk Yanrik, majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman 1 tahun dan 2 bulan penjara dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan dengan menyatakan perbuatan yang bersangkutan telah terbukti melanggar dakwaan subsider penuntut umum.

Baca juga: Capres Ganjar: Pembelian alutsista harus sesuai kebutuhan dan situasi

Hakim dalam putusan turut membebankan Yanrik membayar uang pengganti kerugian keuangan negara senilai Rp135 juta subsider 6 bulan kurungan.

Nilai kerugian tersebut hanya dibebankan kepada Yanrik karena sebagai pihak yang diperkaya dari adanya perkara ini.

Majelis hakim menjabarkan bahwa Rp135 juta tersebut merupakan sisa dari kerugian keuangan negara hasil audit Inspektorat NTB senilai Rp398 juta yang belum terbayar.

Untuk Rp263 juta, telah menjadi catatan penuntut umum sebagai uang titipan pemulihan kerugian keuangan negara di tahap penyidikan maupun penuntutan.

Baca juga: Kejati NTB telusuri pidana korupsi pada pengelolaan DBHCHT

Dengan penjabaran demikian, majelis hakim menetapkan agar pengembalian uang senilai Rp263 juta dirampas oleh negara untuk memulihkan kerugian keuangan negara.

Pelaksanaan dari pengadaan alat metrologi lengkap dengan sarana dan prasarana lainnya ini berjalan menggunakan APBD Dompu tahun anggaran 2018 senilai Rp1,42 miliar.

Pengadaan dikerjakan Yanrik yang menerima kuasa sebagai pelaksana proyek dari CV Fahriza yang berkantor di Kabupaten Dompu.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024